Minggu, 16 Juni 2013

Jenis Alat Musik Batak

Ogung
Ogung merupakan alat musik sekaligus alat komunikasi yang digunakan oleh masyarakat batak. Ogung itu sendiri berbentuk gong dengan ukuran yang bervariasi. Ogung adalah salah satu bagian daripada Gondang Sabangunan (terdiri dari Taganing, Ogung, Sarune dan Hesek), yang dipakai untuk upacara adat seperti upacara meninggal orang tua yang sudah punya cicit, menggali tulang belulang orang tua untuk dipindahkan ke bangunan yang telah disediakan, bahkan pada upacara adat perkawinan.


Taganing
Taganing adalah salah satu alat musik Batak Toba, yang terdiri lima buah gendang yang berfungsi sebagai pembawa melodi dan juga sebagai ritem variable dalam beberapa lagu.

Klasifikasi instrumen ini termasuk ke dalam kelompok membranophone, dimainkan dengan cara dipukul membrannya dengan menggunakan palupalu (stik).

Taganing adalah drum set melodis (drum-chime), yaitu terdiri dari lima buahgendang yang gantungkan dalam sebuah rak. Bentuknya sama dengan gordang, hanyaukurannya bermacam-macam. Yang paling besar adalah gendang paling kanan, dan semakin ke kiri ukurannya semakin kecil. Nadanya juga demikian, semakin ke kiri semakin tinggi nadanya. Taganing ini dimainkan oleh satu atau 2 orang dengan menggunakan dua buah stik. Dibanding dengan gordang yang relatif konstan, maka taganing adalah melodis.

Masuk dalam jenis alat musik membranphone yang berebentuk tabung, yang merupakan alat pukul atau tabuh. Seperangkat (set) Taganing terdiri 5 buah. Didalam sebuah permainan, posisi Taganing sangat penting. Selain tabuhan Taganing yang berpadu dengan melodi Serune, juga berfungsi sebagai dirigen yang memberikan aba-aba, dan memberikan pengaruh semangat pada semua musisi yang terlibat.


Sulim
Sulim (transverse flute) adalah salah satu alat musik Batak Toba, yaitu alat musik yang terbuat dari bambu, memiliki enam lobang nada dan satu lubang tiupan. Dimainkan dengan cara meniup dari samping (slide blow flute) yang dilakukan dengan meletakkan bibir secara horizontal pada pinggir lobang tiup. Instrument ini biasanya memainkan lagu-lagu yang bersifat melankolis ataupun lagu-lagu sedih. Klasifikasi instrument ini termasuk dalam kelompok aerophone.


Gordang
Gordang (single headed drum) adalah salah satu alat musik Batak Toba, yaitu satu buah gendang yang lebih besar dari taganing yang berperan sebagai pembawa ritem konstan mau pun ritem variable.

Instrumen ni sering disebut sebagai bass dari ensambel gordang sabagunan.


Hesek
Hesek adalah salah satu alat musik Batak Toba, yang instrumen pembawa tempo (ketukan dasar) yang terbuat dari pecahan logam atau besi dan kadang kala dipukul dengan botol kosong.
Instrumen ini dimainkan dengan cara mengadu pecahan logam tersebut sesuai dengan irama dari suatu lagu.
Klasifikasi ini termasuk kedalam kelompok idiophone.


Sordam
Sordam (long flute) adalah salah satu alat musik Batak Toba yang terbuat dari bambu, yang dimainkan dengan cara meniup dari ujungnya (up blown flute) dengan meletakkan bibir pada ujung bambu secara diagonal.
Sordam memiliki enam lubang nada, yakni : di bagian atas dan satu di bagian bawah, sedangkan lubang tiupnya merupakan ujung dari bambu tersebut.

Sarune
Sarune adalah salah satu alat musik (tiup) Batak Toba, dan masih satu bangsa dengan Serunai.
Jenis-jenis Sarune

1.    Sarune etek (shawn) adalah instrumen pembawa melodi yang memiliki reed tunggal (single reed).
2.    Sarune bolon (shawm) adalah instrumen pembawa melodi yang memiliki reed ganda (double reed).
Klasifikasi ini termasuk dalam kelompok aerophone yang memiliki lima lobang nada (empat di bagian atas, satu di bagian bawah), yang dimainkan dengan cara mangombus marsiulak hosa (circular breathing).


Garantung
Garantung (dibaca garattung) adalah salah satu alat musik Batak Toba, Sumatera Utara yang merupakan pembawa melodi yang terbuat dari kayu dan memiliki lima bilah nada.
Klasifikasi instrument ini termasuk ke dalam kelompok xylophone.
Selain berperan sebagai pembawa melodi, juga berperan sebagai pembawa ritem variable pada lagu-lagu tertentu, dimainkan dengan cara mamalu (memukul 5 bilah nada).

Garantung terdiri dari 7 wilahan yang digantungkan di atas sebuah kotak yang sekaligus sebagai resonatornya. Alat musik ini dimainkan dengan menggunakan dua buah stik untuk tangan kiri dan tangankanan. Sementara tangan kiri berfungsi juga sebagai pembawa melodi dan pembawa ritme, yaitu tangan kiri memukul bagian tangkai garantung dan wilahan sekaligus dalam memainkan sebuah lagu.


Sagasaga
Sagasaga (jew’s harp) adalah salah satu alat musik Batak Toba yang terbuat dari bambu yang dimainkan dengan cara menggetarkan lidah dari instrumen tersebut dan rongga mulut yang berperan sebagai resonator.
Klasifikasi instrumen ini termasuk dalam kelompok idiophone.

Talatoit
Talatoit (transverse flute), yaitu alat musik yang terbuat dari bambu, sering disebut juga dengan Salohat atau Tulila, yang dimainkan dengan cara meniup dari samping.
Mempunyai lubang penjarian yakni dua di sisi kiri dan dua disisi kanan, sedangkan lubang tiup berada di tengah.
Instrument ini biasanya memainkan lagu-lagu yang bersifat melodis dan juga bersifat ritmik.
Klasifikasi instrument ini termasuk dalam kelompok aerophone, atau kelompok alat musik tiup.

Jenggong
Jenggong (jew’s harp) adalah salah satu alat musik Batak Toba yang terbuat dari logam, mempunyai konsep yang sama dengan saga-saga.

Odap
Odap (double headed drum) adalah salah alat musik Batak Toba, yakni gendang dua sisi yang berperan sebagai pembawa ritem variable.
Instrument ini dimainkan untuk lagu-lagu tertentu dalam gondang sabangunan dan sering digunakan ketika pawai.
Klasifikasi instrumen ini termasuk ke dalam kelompok membranophone.

Mengmung
Mengmung (bamboo idiochordo) adalah salah satu alat musik Batak Toba yang merupakan pembawa melodi konstan yang memiliki tiga senar.
Senarnya terbuat dari kulit bambu tersebut.
Klasifikasi instrument ini bisa dimasukkan ke dalam kelompok idiochordophone.

Tanggetang
Tanggetang adalah salah satu alat musik Batak Toba, yang senarnya terbuat dari rotan dan peti kayu sebagai resonator.
Permainan instrumen ini bersifat ritmik atau mirip dengan gaya permainan gong (ogung) mau pun gaya permainan mengmung.
Klasifikasi instrumen ini termasuk ke dalam kelompok chordophone.

Hasapi
Hasapi adalah salah alat musik Batak Toba yang dikelompokkan ke alat musik dawai atau senar, dalam bahasa Indonesia sering disebut Kecapi batak.
Hasapi terdiri dari :

1.    Hasapi ende (pluked lute dua senar) adalah instrumen pembawa melodi dan merupakan instrumen yang dianggap paling utama dalam ensambel gondang hasapi.
2.    Hasapi doal (pluked flude dua senar), instrumen ini sama dengan hasapi ende namun dalam permainannya hasapi doal berperan sebagai pembawa ritem konstan. Ukuran instrumen hasapi doal lebih besar sedikit dari hasapi ende.

Jenis, Makna Dan Fungsi Ulos

Ulos Antakantak

Ulos ini dipakai sebagai selendang orang tua untuk melayat orang yang meninggal, selain itu ulos tersebut juga dipakai sebagai kain yang dililit pada waktu acara manortor (menari).

Ulos Bintang Maratur

Ulos ini merupakan Ulos yang paling banyak kegunaannya di dalam acara-acara adat Batak Toba, beberapa diantaranya yakni:

1.    Kepada anak yang memasuki rumah baru. Memiliki rumah baru (milik Sendiri) adalah merupakan suatu kebanggaan terbesar bagi masyarakat Batak Toba. Keberhasilan membangun atau memiliki rumah baru di anggap sebagai salah satu bentuk keberhasilan atau prestasi tersendiri yang tak ternilai harganya. Tingginya penghargaan kepada orang yang telah berhasil membangun dan memiliki rumah baru adalah karena keberhasilan tersebut di anggap merupakan suatu berkat dari Tuhan yang maha Esa yang di sertai dengan adanya usaha dan kerja keras yang bersangkutan di dalam menjalani kehidupan. Keberhasilan membangun atau memiliki rumah baru adalah merupakan situasi yang sangat menggembirakan, oleh karena itu ulos ini akan diberikan kepada orang yang sedang berada dalam suasana bergembira. Orang batak yang tinggal dan menetap di berbagai puak/horja di sekitar Tapanuli telah memiliki adat dan kebiasaan yang berbeda pula. Walaupun konsep dan pemahaman tentang adat itu secara umum adalah sama, namun pada hal-hal tertentu ada kalanya memiliki perbedaan dalam hal pemaknaan terhadap nilai dan konsep adat yang ada sejak turun-temurun. Oleh karena itu pemberian Ulos Bintang Maratur khusus di daerah Silindung di berikan kepada orang yang sedang bergembira dalam hal ini sewaktu menempati atau meresmikan rumah baru.

2.    Secara khusus di daerah Toba Ulos ini diberikan waktu acara selamatan Hamil 7 Bulan yang diberikan oleh pihak hulahula kepada anaknya. Ulos ini juga di berikan kepada Pahompu (cucu) yang baru lahir sebagai Parompa (gendongan) yang memiliki arti dan makna agar anak yang baru lahir itu di iringi kelahiran anak yang selanjutnya, kemudian ulos ini juga di berikan untuk pahompu (cucu) yang baru mendapat babtisan di gereja dan juga bisa di pakai sebagai selendang.

Ulos Bolean

Ulos ini biasanya di pakai sebagai selendang pada acara-acara kedukaan.

Ulos Mangiring

Ulos ini dipakai sebagai selendang, Talitali, juga Ulos ini di berikan kepada anak cucu yang baru lahir terutama anak pertama yang memiliki maksud dan tujuan sekaligus sebagai Simbol besarnya keinginan agar si anak yang lahir baru kelak di iringi kelahiran anak yang seterusnya, Ulos ini juga dapat dipergunakan sebagai Parompa (alat gendong) untuk anak.

Ulos Padang Ursa dan Ulos Pinan Lobu-lobu

Ulos ini dipakai sebagai Talitali dan Selendang.

Ulos Pinuncaan

Ulos ini terdiri dari lima bagian yang ditenun secara terpisah yang kemudian di satukan dengan rapi hingga menjadi bentuk satu Ulos. Kegunaannya antara lain:

1.    Dipakai dalam berbagai keperluan acara-acara duka cita maupun suka cita, dalam acara adat ulos ini dipakai/ di sandang oleh Raja-raja Adat.
2.    Dipakai oleh Rakyat Biasa selama memenuhi beberapa pedoman misalnya, pada pesta perkawinan atau upacara adat di pakai oleh suhut sihabolonon/ Hasuhuton (tuan rumah).
3.    Kemudian pada waktu pesta besar dalam acara marpaniaran (kelompok istri dari golongan hulahula), ulos ini juga di pakai/dililit sebagai kain/hohophohop oleh keluarga hasuhuton (tuan rumah).
4.    Ulos ini juga berfungsi sebagai Ulos Passamot pada acara Perkawinan. Ulos Passamot di berikan oleh Orang tua pengantin perempuan (Hulahula) kepada ke dua orang tua pengantin dari pihak laki-laki (pangoli). Sebagai pertanda bahwa mereka telah sah menjadi saudara dekat.

Ulos Ragi Hotang

Ulos ini di berikan kepada sepasang pengantin yang sedang melaksanakan pesta adat yang di sebut dengan nama Ulos Hela. Pemberian ulos Hela memiliki makna bahwa orang tua pengantin perempuan telah menyetujui putrinya di persunting atau di peristri oleh laki-laki yang telah di sebut sebagai “Hela” (menantu). Pemberian ulos ini selalu di sertai dengan memberikan mandar Hela (Sarung Menantu) yang menunjukkan bahwa laki-laki tersebut tidak boleh lagi berperilaku layaknya seorang laki-laki lajang tetapi harus berperilaku sebagai orang tua. Dan sarung tersebut di pakai dan di bawa untuk kegiatan-kegiatan adat.

Ulos Ragi Huting

Ulos ini sekarang sudah Jarang di pakai, konon pada jaman dulu sebelum Indonesia merdeka, anak perempuan (gadis-gadis) memakai Ulos Ragi Huting ini sebagai pakaian sehari-hari yang dililitkan di dada (Hobahoba) yang menunjukkan bahwa yang bersangkutan adalah seorang putri (gadis perawan) batak Toba yang ber-adat.

Ulos Sibolang Rasta Pamontari

Ulos ini di pakai untuk keperluan duka dan suka cita, tetapi pada jaman sekarang, Ulos Sibolang bisa di katakan sebagai simbol duka cita, yang di pakai sebagai Ulos Saput (orang dewasa yang meninggal tapi belum punya cucu), dan di pakai juga sebagai Ulos Tujung untuk Janda dan Duda dengan kata lain kepada laki-laki yang ditinggal mati oleh istri dan kepada perempuan yang di tinggal mati oleh suaminya. Apabila pada peristiwa duka cita Ulos ini di pergunakan maka hal itu menunjukkan bahwa yang bersangkutan adalah sebagai keluarga dekat dari orang yang meninggal.

Ulos Si bunga Umbasang dan Ulos Simpar

Secara umum ulos ini hanya berfungsi dan dipakai sebagai Selendang bagi para ibu-ibu sewaktu mengikuti pelaksanaan segala jenis acara adat-istiadat yang kehadirannya sebatas undangan biasa yang di sebut sebagai Panoropi (yang meramaikan) .

Ulos Sitolu Tuho

Ulos ini difungsikan atau di pakai sebagai ikat kepala atau selendang.

Ulos Suri-suri Ganjang

Ulos ini di pakai sebagai Hande-hande (selendang) pada waktu margondang (menari dengan alunanan musik Batak) dan juga di pergunakan oleh pihak Hulahula (orang tua dari pihak istri) untuk manggabei (memberikan berkat) kepada pihak borunya (keturunannya) karena itu disebut juga Ulos gabegabe (berkat).

Ulos Simarinjam sisi

Dipakai dan di fungsikan sebagai kain, dan juga di lengkapi dengan Ulos Pinunca yang di sandang dengan perlengkapan adat Batak sebagai Panjoloani (mendahului di depan). Yang memakai ulos ini adalah satu orang yang berada paling depan.

Ulos Ragi Pakko dan Ulos Harangan

Pada zaman dahulu di pakai sebagai selimut bagi keluarga yang berasal dari golongan keluarga kaya, dan itu jugalah apabila nanti setelah tua dan meninggal akan di saput (di selimutkan, dibentangkan kepada jasad) dengan ulos yang pakai Ragi di tambah Ulos lainnya yang di sebut Ragi Pakko karena memang warnanya hitam seperti Pakko.

Ulos Tumtuman

Dipakai sebagai talitali yang bermotif dan di pakai oleh anak yang menunjukkan bahwa yang bersangkutan adalah anak pertama dari hasuhutan (tuan rumah).

Ulos Tutur-Tutur

Ulos ini dipakai sebagai talitali (ikat kepala) dan sebagai Handehande (selendang) yang diberikan oleh orang tua kepada anak-anaknya (keturunannya).

Minggu, 09 Juni 2013

Kue Pohulpohul

Kue Pohulpohul atau Itak Pohulpohul adalah makanan ringan khas tradisional Batak yang berasal dari Tapanuli.

Bentuknya seperti kepalan jari tangan mirip Itak Gurgur karena alat cetaknya cukup serdahana yakni kepalan jari tangan. Itulah sebabnya disebut "pohulpohul" (kepalan).

Pohulpohul ada dua jenis namun bentuknya tetap sama, yakni yang mentah dan yang dikukus.

Pohulpohul sering menjadi buah tangan bagi pihak keluarga yang datang berkunjung dalam rangka pembicaraan adat, misalnya, membicarakan rencana perkawinan putra dan putri kedua belah pihak.

Tentu saja pohulpohul ini hanya oleh-oleh pendamping belaka dari oleh-oleh utama, yakni berupa makanan 'berat' yakni ikan mas.

Pohulpohul yang bentuknya mengikuti siluet kepalan tangan, yakni bekas jari-jari yang membentuk pohulpohul tersebut sehingga tepung beras sebagai bahan utamanya menjadi padat dan saling mengisi, merupakan perlambang dari bagaimana pembicaraan adat di antara kedua belah pihak (paranak dan parboru) berlangsung. Dalam proses yang diwarnai oleh dialog dan negosiasi tersebut, adakalanya terjadi saling lempar perkataan yang menusuk atau menyinggung perasaan. Namun seperti pada pohulpohul di mana tepung saling mengisi dan saling memadatkan diri, kiranya diharapkan demikianlah perkataan-perkataan yang bersiliweran dalam pembicaraan adat, saling mengisi dan saling memadatkan dengan tiada lain tujuannya adalah untuk menyempurnakan hajatan adat yg sedang dipersiapkan.

Itak Gurgur

Itak Gurgur adalah makanan tradisional khas Batak yang pada umumnya digunakan pada acara adat Batak tertentu.

Itak gurgur dibuat dengan bahan yang sama dengan lampet, yaitu beras yang telah dihaluskan secara tradisional yang kemudian disebut itak. Rasa yang dihasilkan juga hampir sama dengan lapet, yaitu manis dan gurih.

Namun cara membuat itak gurgur berbeda dengan cara membuat lampet. Itak gurgur dibuat dengan cara yang sangat sederhana, yaitu dengan mengadon itak, kelapa muda yang telah diparut, gula pasir, dan sedikit air panas. Setelah dicampur sampai rata, kemudian adonan tersebut dicetak secara manual dengan tangan sendiri. Sudah, begitu saja. Itak Gurgur pun siap dihidangkan.

Kata gurgur di sini dapat diartikan sebagai “membara”. Pemberi itak gurgur selalu berharap si pemakan jadi memiliki semangat yang membara-bara. Agar benar-benar membara, itak gurgur dapat dikukus setelah dicetak.

Dali ni Horbo

Dali ni Horbo atau Bagot ni horbo adalah air susu kerbau yang diolah secara tradisional dan merupakan makanan khas Batak dari daerah Tapanuli.

Konon menurut ceritanya, tradisi mengolah susu kerbau menjadi dali sudah dimulai oleh leluhur orang batak semenjak adanya komunitas batak.

Pada setiap rumah makan khas batak, dali menjadi menu utama.

Untuk mendapatkan dali, umumnya di setiap onan (pasar) di daerah Tapanuli, dali menjadi komoditas dagangan.

Kandungan gizi pada dali, secara umum, tidak berbeda dengan kandungan gizi susu lainnya seperti, lemak, karbohidrat dan protein, hanya berbeda pada pengolahan, dali diolah dengan sederhana dan menggunakan peralatan tradisional dan tidak menggunakan unsur kimia.

Induk kerbau yang susunya akan perah, bila bayi kerbau berumur 1 bulan, hal ini dimaksudkan bahwa pasca melahirkan bayi kerbau belum mampu mengkonsumsi makanan biasa, dan masih mengandalkan air susu induknya selama satu bulan penuh.

Pemerahan kerbau untuk mengambil susunya, dilakukan sekitar jam 6 pagi hari, hal ini dimaksudkan agar anak kerbau tidak terganggu dari kebiasaan menyusui. Banyaknya susu yang dapat diperah dari seekor induk kerbau rata-rata 2 liter perhari, “sebenarnya kalau dioptimalkan bisa 3 hingga 4 liter perhari, tetapi pertimbangan untuk kebutuhan anak kerbau kita hanya perah sekitar 2 liter perharinya dari setiap induk kerbau”.

Sebelum susu kerbau diperah, terlebih dahulu puting susu dibersihkan dengan air hangat, hal ini dimaksudkan untuk menjaga kerbersihan susu, serta merangsang puting susu.

Seekor induk kerbau dapat diperah susunya hingga 5 bulan, akan tetapi anak kerbau mengkonsumsi susu induknya bisa sampai 8 bulan. Dibulan ke 6 pasca melahirkan kualitas susu sudah tidak layak untuk dikonsumsi manusia. Untuk menambah kualitasdan kuantitas susu, induk kerbau diberikan makanan tambahan yakni ubi jalar dan dedak lalu diaduk dengan garam secukupnya serta dicampur dengan beberapa jenis vitamin. Proses selanjutnya, susu hasil perahan direbus sekitar 10 menit dalam wadah yang steril dengan menambahkan air nenas untuk membantu pengentalan susu serta mengurangi aroma keamisan. Dali juga bisa dicampurkan dengan air perasan daun pepaya.

Mie Gomak

Mie Gomak adalah makanan yang terkenal sebagai masakan khas daerah dari tanah Batak Toba, meliputi semua daerah Batak Toba, dan juga menjadi masakan khas di Sibolga dan Tapanuli.

Mengenai asal usul sebutan untuk menu ini beragam versi.

Sebagian menyebutkan, mungkin karena cara penyediaannya digomak-gomak (digenggam pakai tangan) hingga sampai saat ini disebut mie gomak, meski pun pada akhirnya tidak menggenggamnya dengan tangan di saat menghidangkannya.

Juga sering disebut Spageti Batak karena mirip dengan spageti dari Itali, bentuknya mirip seperti lidi.

Mie yang sudah direbus biasanya dibuat terpisah dengan kuah dan sambalnya. Meski banyak ragam untuk membuat menu makanan khas Batak ini, ada yang menggunakan kuah ada juga dibuat seperti mie goreng. Rasanya sangat unik apabila mie gomak dicampur dengan bumbu dari tanah Batak yakni andaliman.

Manuk Napinadar

Manuk Napinadar atau Ayam Napinadar adalah masakan khas Batak yang biasanya dihidangkan pada pesta adat tertentu.

Untuk mengerjakan resep yang satu ini agak sedikit rumit, butuh waktu dan kesabaran. Pastinya inti dari masakan ini adalah di saos darah ayam itu sendiri.

Masak Ayam Napinadar ini, ayamnya harus dipanggang terlebih dahulu, setelah itu lalu disiram dengan saos spesial yakni darah ayam (manuk) itu sendiri, dan dicampur dengan andaliman, bawang putih bubuk (yang sudah digiling sampai halus) lalu dimasak. Sama seperti kita menuangkan saos ke atas ayam yang sudah dipanggang.

Arsik

Arsik adalah salah satu masakan khas kawasan Tapanuli yang populer. Masakan ini dikenal pula sebagai ikan mas bumbu kuning. Ikan mas adalah bahan utama, yang dalam penyiapannya tidak dibuang sisiknya.

Bumbu arsik sangat khas, mengandung beberapa komponen yang khas dari wilayah pegunungan Sumatera Utara, seperti andaliman dan asam cikala (buah kecombrang), selain bumbu khas Nusantara yang umum, seperti lengkuas dan serai. Bumbu-bumbu yang dihaluskan dilumuri pada tubuh ikan beberapa saat. Ikan kemudian dimasak dengan sedikit minyak dan api kecil hingga agak mengering.

Bahan Utama Lain

Selain ikan mas, ikan laut seperti kembung dan kakap, dan daging juga dapat dijadikan bahan arsik. Secara umum bahan daging yang banyak digunakan adalah daging babi.

Sabtu, 08 Juni 2013

Sambal Tuktuk

Sambal Tuktuk adalah makanan khas tradisional Batak, yang berasal dari Tapanuli.

Sebenarnya bahan-bahan untuk membuat sambal tuktuk tidak berbeda dengan bahan sambal-sambal lainnya, sederhana saja. Yang membuat sambal ini sedikit lebih berbeda dengan sambal yang lain adalah andalimannya.

Di daerah asalnya, sambal tuktuk dicampur dengan ikan aso-aso (sejenis ikan kembung yang sudah dikeringkan), tapi jika tidak menemukan ikan aso-aso bisa diganti dengan ikan teri tawar.

Jumat, 15 Februari 2013

Panjadihon Ni Mulajadi Nabolon Di Nasa Na Tubu Dohot Na Manggulmit Rodi Na Habang

Dung ditompa si Borudeakparujar tano on, hornop jala bidang, diala saesae dope, gabe didok ma tu Leangleangmandi: “O, ale Leangleangmandi! Nunga sidung tano on tinopa, alai tartaon ngalina ala so adong inganan. Ala ni i pangido ma jolo tu Mulajadi Nabolon, suansuanan di tano i”. Dung i laho ma Leangleangmandi untunguntung na bolon paboahon pangidoan i tu Mulajadi Nabolon.


Dung i disuru Mulajadi Nabolon ma bahenon ni Bataraguru nasa boni ni suansuanan dohot na tubu, na habang  dohot nasa na manggulmit tu bagasan arungarung, dung i dilangkopi ma arungarung i. Didok ma tu Leangleangmandi: “Na, boan ma on tu si Borudeakparujar, alai tung na so jadi do i ungkaponmu di tongan dalan.

Molo tung diungkap ho i, ingkon hona uhum do ho. Pasahat ma songon i tu Borudeakparujar, jala dok ma tu ibana: Ungkap ma arungarung on, alai jolo hembangkon ma lagelage tiar humaliang, ndang jadi mabiar ho marnida angka na ruar sian bagasan arungarung i, laos bahen ma goar ni angka i!”

Dung i dipatolhas Leangleangmandi untunguntung na bolon ma arungarung i dohot angka tona i tu si Borudeakparujar. Dung di ungkap si Borudeakparujar arungarung i, mangangkat be ma tutu sian i: Boni ni duhutduhut, hau marmansammansam, golukgulok, ragamragam na manginsir dohot na mardalan pat. Na habang dohot saluhut ragam ni na tubu di hasiangan on.

Dung i longang ma si Borudeakparujar marnida na tubu i dohot nasa na manggulmit, ai saluhutna i, lam martamba do balgana dohot ganjangna be. Saluhutna i adong be  jantan dohot boruboru.

Di laonlaon ni ari lam balga ma hau di tombak i. Jadi adong ma bahen parhau ni inganan ni si Borudeakparujar di hutana na margoar: “Sianjurmulamula”. I ma margoar “Batakna”.

Sipaboa tingki pe adong do di angka na tinompa i, i ma manuk, pidong ambaroba, paboa tiur ni ari sihosari, i ma paboa hos ni ari; sese, i ma paboa bot ni ari; pidong sosoit, araroma paboa taon. Ala ni i ringan ma roha ni si Borudeakparujar maringanan di tano on. Holan sada nama arsak ni rohana, i ma ala so adong dope donganna mangkatai dohot mangula ulaon. Jadi holan ibana sambaing dope mardalandalan di atas tano i.

Sumber: Dikutip Dari Buku Pustaha Batak Tahun 1991

Kamis, 14 Februari 2013

Taringot Tu Si Raja Indainda Dohot Borusorbajati

Dung sidung tano di topa si Borudeakparujar, mangkatai ma Tuan Dipapantinggi dohot Tuan Sorimahummat, songon on: “Ia si Borusorbajati ma tabahen di si Raja Indainda!’

Asa dung dos tahinasida, di hatai nasida ma asa maroroan si Borusorbajati tu si Raja Indainda so sian pamotoan ni Bataraguru.

Alai atik pe naung maroroan nasida, laos so hea do nasida pajumpang. Jadi didok si Borusorbajati ma tu ibotona Tuan Dipapantinggi dohot tu Tuan Sorimahummat: “Ale ito, nunga nian dipaorohon hamu ahu tu si Raja Indainda, alai laos so hea do hami pajumpang, ala so olo ibana ro. Ingkon masipaidaan do halak na maroroan nian, hape anggo hami ndang songon i. Asa ahu nama laho manopot Raja Indainda. I do umbahen didok halak: “Pangaririt baoa, pangariritan do boruboru”. Hape dang hanangkohan si Borusorbajati tangga ni jabu ni si Raja Indainda, ala pitu tanggatanggana i, jala songon raut parnabung tajomna. Ala ni i sai joujou ma si Borusorbajati sian toru, ala ndang olo si Raja Indainda mangalusi. Lam martabuni do ibana tahe tu bonggarbonggar, nanggo mandulo pe so olo.

Alai atik pe songon i lam manggogo do si Borusorbajati manjoujou, atik beha na modommodom ibana, ninna rohana. Jadi mangkuling ma Nan Bauraja iboto ni Raja Indainda, ninna ma: “Ale eda, anggingku! Ua marende ma ho jolo asa dibege raja!’

Dung i marende ma si Borusorbajati, ninna ma: “Leangleangmandi tambiringkon holiholi; baoa pangolin, tailihon boru nioli!’ I ma mula ni ende di angka na marbaju, molo ro pangaririt.

Dung i marende ma antong Raja Indainda, mangalusi endeende ni si Borusorbajati, ninna ma: “Mapopomapopo siala ni halak, anggo si alangku ndang olo mapopo. Manongosmanongos iboto ni halak, anggo ibotongku ndang haru manongos. Alai hudok pe songon i, tompu ma sada sabungan ni obukmi, dung i ullushon ma tu balatuk i. Molo magotap do, unang ma ho ro. I ma tandana paboa na so boi bolusonmu tangganami i. Alai molo so magotap, i ma tandana paboa na boi ho ro tuson”.

Dung i ditompuhon si Borusorbajati ma obukna, jala diombushon tu balatuk i, gabe magotap ma. Jadi mulak ma ibana sian tangga i, laho mangalualuhon tu Tuan Sorimahummat dohot tu Tuan Dipapantinggi.

Dung i dipaborhat nasida ma ibotona i dibahen ma parhobolon, asa boi mandegehon tangga i. dung i borhat ma ibana huhut manjoujou songon nangkin, alai ndang olo mangalusi. Suang le do hatana mandokkon manompu obuk i dohot mengullushon tu balatuk i. Jadi dioloi si Borusorbajati ma i, alai ndang olo be tos obukna i, gabe nangkok ma ibana tu jabu i.

Alai mabiar do si Raja Indainda patuduhon dagingna, na songon ilik sirajaodong i, gabe manginsugut ma ibana tu solotsolot ni ninggor, gabe laos mate hapusohan disi ma ibana.

Dung i mulak ma si Borusorbajati mangalualuahon it u Tuan Sorimahummat, Tantan Debata dohot tu Tuan Papantinggi, didok ma tu ibotona i: “Olo tutu do nidokmu i ale siraja Ibot; ndang adong songon si Raja Indainda. Alai atik pe songo i molo naeng sout do ahu di ibana ingkon jolo margondang ma hamu, asa manortor ahu. Dung i dioloi ma pangidoan ni ibotona i. Dung diboto Bataraguru i, muruk ma ibana tu angka anakna i ninna ma: “O hamuna angkana oto! Tung na so tama do na binahenmuna i, sitongka do padomuon halak na mariboto. I do Alana umbahen pintor mati si Raja Indainda”.

Dung i didok ibotona i ma: “Anggo apala gondang dipangido, aha ma salana?”

“Ba, rohamu nama disi, ndang hupabotoboto i”, ninna Bataraguru. Dung i didok si Borusorbajati ma tu Tuan Sorimahummat, Tantan Debata dohot tu Tuan Dipapantinggi: “Ale ito! Parningotanmu ma na hudok on: “Ia hobas pangula, ba pangula ma ahu da, ito. Ia hobas partoba, ba partoba ma ahu da, ito! Ia hobas partigatiga, partigatiga ma ahu da, ito! Ia hobas naposo, ba naposo ma ahu. Ia hobas natuatua, ba natuatua ma ahu. Asa damang ibotongku, datulang manang na songon dihangku pe, sudena ma i paribanhu. Na so marpantang na so marbesan nama ahu! Ia na nidokmu i nunga huoloi, ba olio hamu ma pangidoanku, rimberimbei hamu ma ahu, asa manortor ahu sagondang nari”. Dung i dioloi nasida ma i, jadi buni ma olat ni rungkungna tu toru. Jala dung diungkap nasida rimberimbe i diida ma bonom tu tano olat ni rungkungna tutoru. Dung i mangkuling ma si Borusorbajati ninna ma: “Laho ma ne hamu, ida hamu ma si Raja Indainda, songon ilik do hape ibana. Nunga mate tarsolot ibana nuaeng di ninggor ni ruma ni Amanta Debata Sori”. I ma jumadi siganding surusuruan ni Debata Jujungan.

Dung i ninna ma: “Ianggo ahu, na mate ma ahu, alai tubu ma sian matangku siamun on “bagot” jala sian hambirangku, “hapursia”.

Dung i didok Bataraguru ma: “O, hamuna ale angka anaha! Na so mangoloi pandangki, beha do diida hamu ujung ni pambahenanmuna i? nda hona toru do na mangulahon na so uhum? Ingot hamu ma i tu joloan on!”

Sumber: Dikutip Dari Buku Pustaha Batak Tahun 1991

Rabu, 13 Februari 2013

Si Borudeakparujar Dohot Raja Padoha Na Deba Mandok

Di na mangaririt Raja Odapodap tu si Borudeakparujar, dilehon ma tintinna tandana. Hape din a laho maridi si Borudeakparujar tu mual, toho madabu ma tintin jinalona i tu ruang na torus tu banua tonga on. Jadi pintor ditangkup Raja Padoha ma tintin i tu tonga laut, ai naung didabu Mulajadi Nabolon do ibana jumolo tu toru on, ala ni jungkatna. Jadi dipartintin Raja Padoha ma tintin na tinangkupna i.

Dung i didabu si Borudeakparujar ma urutanna tu tano on (toding banua tonga on). Dipatuduhon ma ujung ni boning i di topi ni ruang i, sian i ma ibana mangarunsur mangalului tintinna i. Dung i diida ma, hape nunga dijarijari ni Raja Padoha tintin i, gabe mengkel ma ibana. Ala denggan ni ipon ni si Borudeakparujar diida Raja Padoha, gabe didok ma: “Ale boru ni rajanami, ia pauli ma iponhu songon iponmi, huoloi pe manang beha pandokmu!” “Denggan” ninna si Borudeakparujar.

Jadi ditonahon si Borudeakparujar ma tano pitu pohul topaonna dohot beangan bosi rap dohot golanggolang, tumbaga, sere, perak, songon i dohot nanggar sian Mulajadi Nabolon. Jala dung dijalo sudena i dibeangkon ma Raja Padoha. Dung so tarrunta Raja Padoha be dienet ma tintin i.

Dung i diumban ma ipon ni Raja Padoha, gabe mangangguk ma ibana, ninna ma: “Hansit do ale boru ni rajanami!”

“Taon asa denggan iponmu!” ninna si Borudeakparujar.

Mangasa gogo ma Raja Padoha mangarunta, pola adong deba sian beangan i angka piltik tu tano tinopa ni si Borudeakparujar; i ma gabe parmulaan ni bosi, tombaga, golanggolang, sere, dohot perak di tano on. Alai laos so boi do runtaon ni Raja Padoha beangan i.

Dung i sai didatdati si Borudeakparujar ma manopa tano i, lam tarhungkup ma Raja Padoha. Dung i mulak ma si Borudeakparujar tu amana Bataraguru mangalualuhon saluhut pambahenna di banua tonga. Jadi longang ma amana i. “Rupa boru na ripe sipaidaida on ni halak do on huroha. Ala ni i binahen mai tu bulan an, rap dohot sorbana i, asa dipaidaida tano na tinopana i”. Jadi saut ma i diampehon. I ma na tarida di bulan i, gombaran ni si Borudeakparujar do i didok torsatorsa i!

Na deba mandok si Leangnagurasta do na di bulan i.

Sumber: Dikutip Dari Buku Pustaha Batak Tahun 1991

Si Borudeakparujar dohot Raja Padoha

Ia dung sidung banuaginjang dibahen Mulajadi Nabolon ro di pangisina, ditompa muse ma banua tonga marhitehite si Borudeakparujar; ai ditopa ma tano na sampohul i, di atas aek laut i. Santopap ditipap, rap ganda do bidangna dohot hapalna. Molo sansogot manopa ibana, dalanan sadari ma bidangna. Ia dua ari ibana manopa, dalanan dua ari ma bidangna. Sai songon i ma didatdati si Borudeakparujar manopai paima bidang tano i. Alai dung diida Mulajadi Nabolon, bidang dohot hornop ni tano tinopa ni si Borudeakparujar, disuru muse ma Leangleangmandi mangalap si Borudeakparujar asa mulak tu banuaginjang: “Nunga mahap roha n ii di topatopana i, huhut masihol ibana dohot Ahu”, ninna Mulajadi Nabolon. Hape tongtong do manjua si Borudeakparujar boanon ni Leangleangmandi tu banuaginjang.

Ala ni i disuru Mulajadi Nabolon ma Raja Padoha mandapothon si Borudeakparujar tu tano on; anggiat olo mulak tu banuaginjang si Borudeakparujar hinorhon ni sogo ni rohana tu Raja Padoha. Alai manjua do Raja Padoha, ala so ibana nampuna oroan di si Borudeakparujar. Ai pantun do tahe hangoluan, tois hamagoan, ninna rohana di bagasan, i ma mulani : “Na so jadi dapothononhon oroan ni dongan”. Songon nidok ni umpama: “Silaklak ni dandorung tu dangka ni silasila, ndang jadi iba jumonokjonok tu na so oroanniba”.

Dung i didok Mulajadi Nabolon ma tu Raja Padoha: “Laho ma ho tusi; unang haori ibana. Alai huturhutur ma tano tinopana i asa matolbak, asa biasan ibana, anggiat ala ni i olo ibana mulak tu banuaginjang”.

Dung i diusung Leangleangmandi ma Raja Padoha tu toding banua tonga. Sian na dao diampehon Leangleangmandi Raja Padoha i, asa unang diida si Borudeakparujar. Dung i mulak ma Leangleangmandi tu banuaginjang. Jadi duhuturhutur Raja Padoha ma tano i, gabe angka bola ma sude. Jadi tarsonggot ma si Borudeakparujar huhut humitir. Sampak ma mudarna, magilang siatena. Hapogan ma ibana jongjong tu tungkotungko sipitu tanduk sisia ulu huhut mamereng humalian, ai sai digadoburi Raja Padoha do aek i, huhut martanjungi ibana. Asa tung gadobur do jala gunsang laut i, sude huhut marpompasan tano i, hinorhon ni gogo ni Raja Padoha i.

Dung i marhusari ma roha ni si Borudeakparujar: “Dia do ulaning ala umbahen masa songon i? Dung i tindang ma ibana di tungkotungko i, huhut manjoujou: “O, ale Leangleangmandi untunguntung na bolon! Alusi ahu jolo, ai ndang huboto be na masa on!”

Dung i disuru Mulajadi Nabolon ma Leangleangmandi manopot si Borudeakparujar. “Aha do na nidokmu di ahu!” ninna si Leangleangmandi. “Umbahen na hujou ho, na martompasan do tano na hupauli i, so huboto alana umbahen na songon i. On pe asi ma roham, alapma tano sampohul nari tu Ompunta Mulajadi Nabolon, asa huulahi manopa tano i!”

Dung i mulak ma Leangleangmandi tu banuaginjang pasahathon pangidoanna i tu Mulajadi Nabolon, jadi ditongos ma tano sampohul usungon ni Leangleangmandi tu si Borudeakparujar. Dung i ditopa ma tano i mangulahi songon pambahenna parjolo i, gabe denggan ma muse tano i.

Alai dijururi Raja Padoha ma borngin i tu bona ni tungkotungko sipitu tanduk, sisia ulu. Ditiop ma tungkotungko i gogo huhut dipahuturhutur, jadi lalolalo ma tano i. Dung i muningan ma roha ni si Borudeakparujar: “Aha do ulaning na manegai tano on mangulahi” ninna rohana di bagasan.

Dung i dipasang si Borudeakparujar ma paralamatonna, gabe diida ma na mangkuturi i, jadi didok ma: “Ise do ho na manggadoburi i, rupa na rumintop do huroha tanganmu!”

“Ah ahu do on Raja Padoha, siaji dongordongor ni portibi, sigunsang aek ni lautan!” ninna. Huhut didok muse tu si Borudeakparujar: “Boasa sai dison ho, ai sai mulahulak do Leangleangmandi mangalap ho, asa padomuonna ho nian tu Raja Odapodap!”

Dung i muruk ma si Borudeakparujar, mandok: “Rias pe di ginjang siala pe di toru; disintak pe tu ginjang, ditombomhon pe tu toru, ndang na olo ahu tu Raja Odapodap, ulaonkon do na rumingkot di ahu!”

Dung i dijou si Borudeakparujar ma Leangleangmandi, disuru ma ibana mangalap napuran tu namboruna Nan Bauraja dohot Narudang Ulubegu satiktihan be. Jadi laho ma Leangleangmandi i mangalap napuran i. Diboan ma i jala dilehon tu si Borudeakparujar. Ia dung dipangan si Borudeakparujar napuran i, gabe songon garage ma ibana songon garugu; na sada do ibana songon na pitupulu. Diborsikkon ma aek ni napuranna it oho tu abara ni Raja Padoha, marrara ma diida jala denggan.

Dibereng Raja Padoha ma parrara ni bibir dohot parhillong ni ipon ni si Borudeakparujar, gabe disungkun ma si Borudeakparujar manang aha i, asa dilehon deba di ibana. Dung i didok si Borudeakparujar ma: “Miakmiakni ompunta do i, sipadenggan pusupusu, sipahombang ateate, sipaulak hosa loja. Angka hasurungan ni hami boru ni raja do i, tanda ni hapantunon dohot paradaton!”

“Antong molo i do hape, lehon ma di ahu, ai ahu pe anak ni raja do, asa marpantun ahu jala maradat dohot tu hamuna!” ninna Raja Padoha.

“Denggan” ninna si Borudeakparujar; “alai ingkon oloanmu manang aha na hudok. Beangkononku ma ho jolo tu beangan bosi, asa hulehon di ho i. Haru i, molo naeng dope umuli di ho, ingkon beangkononku ma patmu, gontingmu dohot tanganmu!”

Marnida hinauli ni si Borudeakparujar, tubu ma di roha ni Raja Padoha mandok hatana tu si Borudeakparujar, laos ninna ma: “Ia nunga manjua ho tu si Raja Odapodap boru ni rajanami, au tapasaut ma langkanta dison!”

Umbege i, lam sogo ma roha ni si Borudeakparujar di Raja Padoha, alai ndang dipataridahon sian pangkulingna, ai didok ma: “Jolo tapasaut ma pangidoanmu parjolo i, asa lam uli ho” ninna.

“Antong manang songon dia pandokmu, denggan!” ninna Raja Padoha, huhut didok rohana dibagasan “Anggo apala beangan songon na nidonna i, nanggo huropukropuk i!”

Dung i disuru Borudeakparujar ma Leanglaengmandi mangido beangon bosi sian Mulajadi Nabolon, dohot paboahon hata ni Raja Padoha i. Jadi dipasahat ma tona i tu Mulajadi Nabolon. Dung i muruk ma roha ni Mulajadi Nabolon di Raja Padoha, na naeng mangarohai si Borudeakparujar i, i ma mulana siuhumon halak, molo dibuat oroan ni halak na asing. Jadi ditongoshon ma beangan bosi na togu situtu. Laos Raja Padoha do pabongothon dagingna tu beangan i, ala ni lomo ni rohana di na pangidona i.

Dung i didok si Borudeakparujar ma mandok raja Padoha: “Antong runta ma jolo beangan i, mangasa gogo ma ho, asa pinaujung pangidoanmu”. Ia di roha ni si Borudeakparujar asa diboto manang naung togu, na so boi be runtaon ni Raja Padoha. Jadi di runta ma antong, sega ma beangan i.

Jadi marsak ma roha ni si Borudeakparujar, ditonahon ma muse rante na pinauli sian ateate ni bosi. Dung i diboan Leangleangmandi ma i tu banua tonga, jadi dirantehon ma i tu Raja Padoha huhut ditambathon tu tungkotungko sipitu tanduk sisia ulu, asa tung momos. Dung i dirunte Raja Padoha ma muse; alai ndang humurtik be i. “Borudeakparujar, lehon ma na hupangido i!” ninna Raja Padoha.

“Olo da, paima satongkin nari” ninna si Borudeakparujar. Dung i dipangido si Borudeakparujar ma muse tano pitu pohul, sian Mulajadi Nabolon, laos ditopa ma i di atas ni Raja Padoha. Jadi lam bidang ma jala lam hapal, gabe lam dilonongkon ma Raja Padoha i tu toru. Dung i didok ma: “Bo, songon na lam holip do ho sian ahu, ale boru ni rajanami, dia do binahenmu tu ahu?”.

“Olo da, nda na jungkat do ho tu ahu? Ai disegai ho do tano na hutopa i, ai aha dope nidokmu, sip ma ho!” ninna si Borudeakparujar mandok Raja Padoha.

Dung i manggogo ma Raja Padoha mangalalo tano i, ninna ma: “Hulalo ma tano tinopam on!”

Alai ni i didok si Borudeakparujar ma: “Nunga husuhulhon ho tu bona ni tungkot tudutudu tualang na bolon, sisia ulu (tungkot ni Mulajadi Nabolon). Jadi jut ma roha ni Raja Padoha ala so sadia tarbahensa be mangalalo tano i, ala naung dibeangkon ibana tu tungkotungko i.

I ma umbahen didok halak: “Suhul” molo ro lalo. Asa ndang olo sega be tano na tinopa ni si Borudeakparujar i, olat ni na marongrong nama, i ma jumadi lombang liung, jala deba tano i marbuntul, i ma jumadi dolok. 

Sumber: Dikutip Dari Buku Pustaha Batak Tahun 1991

Senin, 11 Februari 2013

Hararat Ni Pangisi Ni Banua Ginjang

Dung in dang piga bulan nari, hu ma di bulanna, gok ma di taon, manggora ma pamuro di nioli ni Bataraguru, Dabata Sori dohot Balabulan.

Jadi tubu ma anak ni Bataraguru ima na margoar:
- Tuan Sorimahummat, i ma parmulaan ni si Bursok, sitiop panguhumon, parmulaan ni harajaon.
Tubu muse ma dohot boruna onom halak, ima:
- Borusaniangnaga
- Sitapigaga
- Si Borumalim
- Si Borusorbajati
- Leangnagurasta
- Si Borudeakparujar (Sideakujarujaran) na marmulahon tano, na manubuhon jolma tu banua tonga on songon nidok ni umpama: Timus gabe ombun, ombun jumadi udan, mula ni tano dohot jolma sian si Borudeakparujar, songon sibegunta anon!

Dung i tubu ma anak ni Debata Sori, ima namargoar:
- Tuan Sorimatinggi, mula ni hamalimon dohot
si Raja Indapati, jumadi Siganding, i ma surusuruan ni Debata jujungan.
Tubu muse ma dohot boruna ima:
- Boru Nan Bauraja, Borusurungan, mula ni junjungan ro!

Dung i tubu muse ma anak ni Balabulan, ima na margoar:
- Tuan Dipapantinggi na marmulahon hadatuon dohot pangulubalang.
Tubu muse ma dohot boruna ima na margoar:
- Narudang ulubegu, i ma mula ni naganaga ni sombaon, i ma partubu ni angka na di banua ginjang.

Dung magodang be nasida disuru Mulajadi Nabolon ma Leangleangmandi patolhashon tu Manukmanukhulambujati; asa dilehon si Borudeakparujar gabe na niolini Raja Odapodap. Nan Bauraja gabe na nioli ni Tuan Dihurmajati Narudang ulubegu gabe na nioli ni Raja Padoha.

Hape dung dipatolhas Leangleangmandi hata i tu nasida, marsidalian be do laho manjua tu na mangoro nasida be. Ai marguru tu olo ni si Borudeakparujar do, olo ni boru na dua nari; alai marguru tu sidung ni urutanna do olo ni si Borudeakparujar. “I ma mula ni parsidalian on”.

Dipangido Siborudeakparujar ma hapas pitu gumball sian Mulajadi gantionna bahen bonangna. Dung pe gabe ulos i ninna asa na poso balga ni urutanna i. Aha ma so songon i, ai ginantina na bodari, Songon eme na bibi di rungkungna digotapi, roha ni Raja Odapodap sai diotapotapi. “I ma mula ni na manjua

Dung i roma Mulajadi Nabolon dohot Leangleangmandi, dibereng ma urutan na di gantian ni Sideakparujar i, sai tongtong na sapining balgana. Ala n ii disampathon ma urutanna i tu alaman ni Bataraguru, jadi lonong ma mansai bagas, ndang boi be dienet sian i.

Jadi marsak ma roha ni si Borudeakparujar, dipangido ma pangurupion tu Mulajadi Nabolon. Dung i didok ma tu si Borudeakparujar: “Buat ma tungkothu, tudutudu tualang na bolon i. Pantikkon ma i tu lambung urutanmi, dung i enet ma ngernger”. Jadi dibahen si Borudeakparujar ma songon na nidokna i, hape lam lonong do urutanna i, alai lohot do punsu ni boning di sorhana i.

Madabu ma urutanna i, harhar tu toru jala i ma ditiop si Borudeakparujar mambalambal tu banua tonga, tu atas ni aek. Jadi pantik ma parbatu ni urutan i dohot tungkot tudutudu tualang i tu laut, gabe i ma hajongjongan ni si Borudeakparujar, margoar ma i: “Sipitu tanduk, sisia ulu”. Asa i ma mulana, sipinsangon do na so mangoloi ajar. Jadi tarpunjung ma si Borudeakparujar, songon hau sisadasada, songon tanding na hupuloan, sirang sian banua ginjang. Ala n ii sai mangandungi ma ibana mandok: “Hansit ngotngot gota ni si margalagala, hansit dangol hutaon, ala so siat hata”. I ma mula ni “hansit taonon ninna so pasiat ajar”.

Jadi disuru Mulajadi Nabolon ma Leangleangmandi untunguntung na bolon, mangalap si Borudeakparujar mulak tu banua ginjang. Alai ndang olo be ibana, ai diboto do rudangna, rudang sialagundi, diboto salana, dumenggan martabuni, ala gigi ni rohana tu Raja Odapodap. Sian on tarida parulakhulak do roha ni Debata tu jolma. Alai ndang na olo jolma mangoloi sogo ni rohana, i do bangko na so tarpauba.

Dung i didok si Borudeakparujar ma tu Leangleangmandi: “Ndang olo be ahu tu banua ginjang, dumenggan ma ahu di toru on”. Alai asi ma roham di ahu, pangido ma tano tu Ompunta Mulajadi Nabolon, asa hutopa i bahen ingananku di toru on”. Dung i dipasahat Leangleangmandi ma hata pangidoanna i, alai ndang dioloi Mulajadi Nabolon. Lam disuru dope tolu hali nari Leangleangmandi paulakkon si Borudeakparujar tu banua ginjang. Alai dung pate roha ni si Borudeakparujar na so olo be mulak, dioloi Mulajadi Nabolon ma pangidoanna i, ditongos ma tano sampohul.

Sumber: Dikutip Dari Buku Pustaha Batak Tahun 1991

Minggu, 10 Februari 2013

Panjadihon Ni Debata Di Tolu Boruboru Di Banua Ginjang Dohot Hasampuronna

Asa dung diida Manukhulambujati na onom i tubu sian pira na tolu i, las ma rohana. Alai huhut marhusari, ala so di boto manang beha bahenonna i. Ala ni i didok ma tu Leangleangmandi untunguntung na bolon: “O, ale Leangleangmandi untunguntung na bolon, ia andorang pira (tinarungku) najolo, mabiar do ahu midasa; alai anggo nuaeng asing do hatangku sian pingkiranku ai beha ma bahenonku mangulahon angka nasida nuaeng. Dibahen i laho ma ho manungkunhon it u Ompunta Mulajadi Nabolon, asa dipaboa manang dia bahenonku tu angka na tubu on”.

Dung i dipatolhas Leangleangmandi ma i tu Mulajadi Nabolon. Jadi didok ma tu Leangleangmandi untunguntung na bolon: “Dokkon ma dijagai Manukmanukhulambujati angka anak i disi! Unang ma pola holsoan ibana; ai Ahu do umboto manarihon i, dada tuk anggo holan pingkiranna. Alai anggo on: Boan ma bulu sitolu buhu on, (pula pogu ganjangna be), dung i pampagohon ma i humaliang Manukmanukhulambujati. Dung i boan muse, ma sampulusada putik dahanon on panganonna, alai samputik ma i dipangan ganup bulan”.

Dung i dipatolhas Leangleangmandi ma saluhut tona it u Manukmanukhulambujati. Diulahon ma i mangihuthon pandok ni Mulajadi Nabolon.

Dung sidung dahanon na sampulu sada putik i, rumintop ma tutu pamangan ni Manukmanukhulambujati, jadi dilotakkon ma munsungna i tu bulu sitolu buhu i, gabe mapuntar ma i, jala ruar ma sian ganup buhu, sada be jolma boruboru.

I do alana umbahen jotjot dialushon angka inaina, tu angka anakkonna uju disungkun huta ni hulahula ni inangna i manang di dia. Ia so olo inangna i paboahon i, ala ni pogos ni hulahulana manang ala ni aha na asing, gabe didok ma: “Na mapultak sian bulu do ahu madekdek sian langit! Unang ho parigatrigat bulung, mangarigati bulung gaol, mangarungkai hinalungun, sumungguli hinadangol di pangarohaingki!”.

Dilaonlaon ni ari magodanggodang asimun ma anak na onom i dohot boru na tolu i, gabe humolso ma Manukmanukhulambujati. Beha ma behenonku mangaramoti i ninnarohana di bagasan. Jadi didok ma tu Leangleangmandi “Laho ma ho manungkunhon tu Mulajadi Nabolon, manang beha bahenonku anak angka naung magodang on!” Jadi dipatolhas ma tona i. Jadi didok Mulajadi Nabolon ma tu Leanglaeangmandi: “Ale Leangleangmandi, dokkon ma tu Manukmanukhulambujati, mangalehon boru na tolu i tu Debata na tolu, gabe niolina be”. Dung i dipadas Leangleangmandi ma i, jadi dilehon Manukmanukhulambujati ma, sada boru nioli ni Bataraguru, sada nioli ni Sorisohaliapan, sada nioli ni Balabulan.

Dung i disuru Manukmanukhulambujati ma Leangleangmandi untunguntung na bolon, patolhashon tona tu Mulajadi, ninna ma: “Nunga marnioli na tolu halak i, alai dia ma di si Raja Odapodap, di tuan Hurmajati, dohot di Raja Padoha?” Dung tolhas tona i di bahen Leangleangmandi, didok Mulajadi Nabolon ma tu Leangleangmandi: “Dok ma tu Manukmanukhulambujati: Ahu do manarihon i! Ingkon paimaon nasida tubu ni na tolu ondeng, gabe niolina muse. Masipaima rongkapma do bangko ni na tubu!”

Dung tolhas i dibahen Leangleangmandi, sonang ma roha ni Manukmanukhulambujati paima tingki binagabagahon ni Mulajadi Nabolon.

Sumber: Dikutip Dari Buku Pustaha Batak Tahun 1991

Pambahen ni Mulajadi Nabolon Jumadihon anakna di Banua Ginjang

Manukmanuk Hulambujati Ima jumolo dijadihon Debata, marmunsung bosi, marsisilonhon golanggolang na marhillonghillong do i. Ianggo balgana, na salampulampu na bolon, tinaruna na sabalga ni hudon boruboru. Rpana sarung bintang humarairi. Di laonlaon ni ari, adong ma tinaru ni Manukmanuk hulambujati tolu kibung. Jadi tarhatotong ma rohana disi, ai gabe umbalga pira sian na mamirahon. Halongangan do i antong begeon.

Ala ni i martona ma Manukmanuk hulambujati tu leang-leangmandi untunguntung na bolon, ninna ma: E, leangleangmandi untunguntung na bolon! Asi ma roham, patandos ma jolo hatangku tu Ompunta Mulajadi, ai ndang huboto manang beha bahenonku tinarungku na tolu on, ai ulosanku pe so boi.

Jadi laho ma leangleangmandi patolhashon tona I tu Ompungta Mulajadi Nabolon, ninna ma: “Ale Ompung, dahanon di bosta do ahu na so marlaok botabota, na so lopa di hata na so lolos di tona, tona ni Manukmanukhulambujati: Beha do bahenonna tinaruna na tolu i?”

Dung i didok Mulajadi Nabolon ma: “Dokkon ma dipodomhon pirana i, ahu pe umbotosa. Alai boan ma ndi on sampulu dua putik dahanon,  dipangan ma i ganup putik di bagasan ganup bulan. Molo rumintop munsungna i, dilotakkon ma tu tinaruna i; i ma pasahat tu ibana”, ninna mandok leangleangmandi.

Dung i mulak ma leangleangmandi patolhashon tona I tu Manukmanuk hulambujati. Jadi diulahon ma songon nidok ni Mulajadi Nabolon i!

Dung gok sampulu dua bulan, rumintop ma tutu munsung ni Manukmanuk Hulambujati, dung i dilotakkon ma munsungna tu tinaruna i. Jadi mapuntar ma pira i, jala tubu ma sian ganup pira I songon jolma baoa. “Halongangan” do i, ndang boi hantusan sude panjadihon ni Debata.

Sian Pira Parjolo ima:
a)    Bataraguru
Bataragurudoli, Bataragurupanungkunan, Bataragurupandapotan, pandapotan ni nasa harajaon, sitiop timbangan di saluhut tinompana.
Mula ni gantang tarajuan, hatian sibola timbang, ninggala sibola tali, tu atas so ra mungkit, tu toru so ra monggal, tu lambung so ra teleng.

b)    Raja Odapodap
Si Debata Moelasongta, si Debata Moelasongti, I ma sipasongta sipasongti parrohaon di saluhut siulaon di na tinompana i.

Sian Pira Paduahon
a)    Debata Sori
Sori so haliapan, Sori so habubuhan na pitu hali malim, na pitu hali solam, sinolamhon ni ibotona siboru Panolaman. Na Marpanggoarhon siboru “Anting Malela”. Na so boi marsumpa, na so boi sumpaon. Na so boi manangko, na so boi panangkoan. I ma sibahen parsorion, sori gabe manang sori mago, manang bagian ni nasa jolma manisia. Tarida doi antong sian umpama ni hita Batak na mandok: “Andilo nahinan, hadangkadangan ma nuang, pinangido nahinan, jaloon ma nuang”. On do Debata sitongos Sisingamangaraja.

b)    Debata Dihurmajati.
I ma ompu ni Panenabolon na mangingani jala na mangkirdop-hirdop di ganup desa na bolon na opat i. Na margoar do i huhut Ompu Batuholing. Tolutolu bulan diingani sada desa, salpu i, laho do ibana tu desa na bolon na sada. Sai songon i do i mulahulak mangkaliangi parlangitan i.
Ianggo Ama Batuholing duadua borngin do i di ganup desa, jala sasaborngin do ia anakna si Batuholing disi. Asa songon na masilelean do nasida mangkaliangi topi ni langit i. I ma siulaon ni pinompar ni Tuan Dihurmajati tongtong, saleleng adong hasiangan on.

Sian Pira Patoluhon
a)    Balabulan.
Balabulan matabun-Balabulan na rubunan, na rubun di punsuna, Datu paratalatal, Datu parusulusul, parhoda sibaganding tua, parpiso simangan mangeluk, parhujur si dua ujung. I ma na marmulahon hadatuon tu jolma manisia.
Asa Debata Bataraguru - Debata Sori – Debata Balabulan, i ma na targoar: “Debata na tolu, na tolu suhu, na tolu harajaon”.

b)    Raja Padoha manang partanduk pitu.
I ma na maringanan di toru ni tano on, na parohon lalo.

Sumber: Dikutip Dari Buku Pustaha Batak Tahun 1991

Taringot Tu Sariburaja dohot si Borupareme.

Dung manang piga ari so diida Sariburaja be hahana si Raja Biakbiak, gabe ninna rohana ma: “Ndang tagamon so na mate be i, antong ahu nama jadi raja”. Gabe sumuan bulu ma ibana di lapanglapang ni babi; umpungka na so uhum dohot Borupareme marmulahon na so jadi, Ai di na laho Borupareme manaruhon indahan ni ibotona Sariburaja tu pangulaan, peut so peut ma dibahen si Borupareme abitna di soposopobalian. Jadi ro ma si Sariburaja, laos diangkupi ma ibotona i modom disi. Dung so marsomal nasida na dua i mardomudomu, gabe hira so hailaon be i di roha nasida.
   
Alai manang beha pe hamaloon ni si Sariburaja dohot Borupareme manabunihon harorangan nasida i, sai dapot do nidok ni umpama: Tiris ni hudon tu toru, tiris ni solu tu ginjang; ai dung marhangoluan si Borupereme, sai dibahen do nian nasa malona marabit, asa unang tarida naung dokdok pamatangna. Alai nang pe songon I, dapot do diboto amana dohot angka ibotona na deba nari. Gabe muruk ma roha ni amana dohot ibotona di parulaon si Sariburaja dohot Borupareme, disangkap nasida ma ingkon bunuon Sariburaja jala buangon si Borupareme tu tombak longolongo, ala so pir roha nasida manggotap uluna.

Dung tarbortik hata i tu pinggol ni Borupareme, mansai marsak ma rohana pasarisari tahi ni angka ibotona i, dipaboa ma huhut tu Sariburaja.

Ia dung dibege Sariburaja tahi ni amana dohot angka angina i, disangkap rohana ma laho ibana martabuni tu bona ni dolok Pusukbuhit, i ma na margoar Pariksabungan nuaeng. Diajari hian ma ibotona si Borupareme i,  ninna ma: “molo ingkon saut do buangon nasida ho tu tombak longolongo, usung ma satandoktandok sobuan, pampeuthon ma i otihotik di dalanmu i anggiat marhitehite i boi ahu ro manjalahi ingananmu”.

Dung songo i tubu ma roba ni Sariburaja manangko barang-barang ni natorasna, ninna rohana ma: “ndang be mian ahu hape di huta ni damang, tumagon ma hubuat arta na tau bagianku!” Jumolo ma dituktuhi sada batu na bolon di si bungbungruma bahen inganan ni ugasan i, dipauli hian ma denggan langkopna. Dung sidung i ditangko ma angka barang mas, ogung dohot tintin sipajadijadi, dipamasuk ma sudena i tu bagasan batu i so padohot tintin i, dilangkopi ma denggan jala dirapet, i ma na margoar Batuhobon nuaeng.

Ia tarbortik musa ma i tu angka anggina i barangbarang tinangko ni Sariburaja, gabe lam tarrimas ma roha nasida mida Sariburaja, jala putus ma pingkiran nasida mamunu ibana. Marporus ma Sariburaja tu Batunanggarjati na di atas ni Sibungbungruma, sian i tu harangan Sisunut, dolok ni Harianboho. Maporus muse sian i tu Batumartindi na di dolok ni Sabulan. Dung so dapot angka anggina i Sariburaja, mulak ma nasida.

Dung i didok nasida ma tu si Borupareme, “Ingkon saut ma ho buangkononhon tu tombak longolongo harangan rimbunrea, parhaishaisan ni babiat paranggunanggunan ni homang!” Umbege i tangis ma si Borupareme mangido ampun tu amana dohot tu angka ibotona i, ninna ma: “Ba galagala sitelluktelluk mardaguldagul; nunga hurang pambahenanki nangetnanget huapulapul”. Alai ndang olo melok roha ni amana dohot ibotona, saut ma diusung nasida ibana tu tombak longolongo, dompak dangsina ni Sianjurmulamula, dalanan sadari daona. Bornginborngin do diusung nasida ibana unang adong na marnida, jala asa unang diboto si Borupareme dalan mulak. Diboan nasida ma dohot sipanganon di si Borupareme, sae pitu ari lelengna.

Andoran mardalan i nasida diida do tandok na gok sobuon niusung ni si Borupareme jala disungkun manang bahen aha sobuon i. “Asa adong do bahenonku pangopanan ni api di tombak longolongo i, unang mate ngalian ahu”, ninna si Borupareme mangalusi.

Sai dipampeuthon si Borupareme ma sasaotik sobuon i di sandok nidalanan nasida i. Dung sahat nasida tu tombak i dipauli nasida ma lapelape ni si Borupareme. Dung songon i ditinggalhon nasida ma si Borupareme disi. Dung i mulak ma nasida. Dung i tuat ma nasida dompak topi ni tao Toba, dalan na asing nama didalani nasida laho mulak. Dung sahat nasida tu rura, marbulan ma nasida disi na so jadi paboaon nasida inganan ni Borupareme tu manang ise. I ma Alana umbahen digoar deba halak rura i “Sabulan” (negeri Sabulan nuaeng).

Ia Sariburaja tongtong do sai laho ibana mangkahapi dalan tu Sianjurmulamula, asa diboto manang naung ditaruhon angka angina i ibotona si Borupareme. Jadi dung adong tolu ari si Borupareme di tombak i, dapot Sariburaja tu inganan ni si Borupareme, didapot ma si Borupareme tangis sosombopon jala mangandungandung: “Sihampir gabe gambir ma ahu da inang tading gabe toras; tu dia pe so tampil tu begu aha pe sobolas”. Laos tangis muse ma dohot Sariburaja. Dung rap nasida disi tolu ari lelengna, sude ma sipanganon nasida i, jadi marsak situtu ma nasida pasarisari sipanganonna na soada be; ai angka hube nama dipangani nasida.

Ala na so adong aek na jonok tu inganan i munsat ma nasida sia i tungkan toruan, dipajok ma soposopona disi. Andorang na pauli soposopo i nasida, pajumpang ma nasida dohot babiat sibolang; jadi pintor disoro ma Sariburaja jala dipabongot ma tangan ni Sariburaja tu pamangan ni babiat sibolang i. Ianggo di roha ni si Borupareme na lao mamolgak nama babiat sibolang di tangan ni Sariburaja i, hape holan na dipanjukjukkon babiat do tanganna i tu aruaruna, ala amporotan babiat i dibahen rusuk ni aili. Jadi manganto ma roha ni Sariburaja diroro ma holiholi ni aili sian aruaru ni babiat i, hinorhon n ii diapusapus babiat i ma Sariburaja. “Inang da ba inang, rupa na mamolgak hami nama on huroha babiat on”, ninna roha nasida, ala ni marlojong ma nasida maporus.

Hape bodarina i ro ma babiat i manaruhon sada aili, dipeakkon ma it u pintu ni soposopo nasida i. Sai ditarui babiat i do tu Siborupareme juhut aili, ursa ganup tolutolu borngin. Laos marpadan ma Sariburaja dohot babiat sibolang i, na so jadi masiagoan nasida ro di pinomparna. Bulung ni pirdot do partanda sitiopon ni pinompar ni Sariburaja, asa unang dihahua babiat sibolang nasida ia tung pajumpang. I do Alana umbahen sai tar dihandangi pinompar ni Sariburaja bogas ni babiat.

Sumber: Dikutip Dari Buku Pustaha Batak Tahun 1991

Jumat, 08 Februari 2013

Legenda Si Raja Lontung

Dari beberapa artikel atau tulisan yang pernah penulis baca, ada beragam versi cerita tentang SI RAJA LONTUNG, namun pada dasarnya hampir bersamaan hanya peletakan ataupun urutan dalam "tarombo" atau silsilah yang ada perbedaan. Berikut ini adalah kisah atau legendanya :

Si RAJA BATAK mempunyai 2 (dua) orang keturunan,  yakni Guru Tatea Bulan dan Raja Sumba (Isumbaon). Selanjutnya dari keturunannya Guru Tatea Bulan ini mempunyai 5 (lima) putra dan 4 (empat)  putri yaitu :

    Raja Biak-biak (putra)
    Tuan Saribu Raja (putra)
    Siboru pareme (putri)
    Limbong Mulana (putra)
    Siboru Paromas (putri)
    Sagala Raja (putra)
    Siboru Biding Laut (putri)
    Malau Raja (putra)
    Nan Tinjo (putri)

Setelah putra - putri dari Raja Isumbaon bertumbuh dewasa, serta masih langkanya manusia maupun tempat tinggal yang terisolasi antara satu perkampungan dengan perkampungan lain sangat jauh, tanpa disadari menyebabkan terjadinya hubungan INCEST (perkawinan satu darah). Hubungan atau perkawinan incest ini terjadi antara Tuan Saribu Raja dengan Si Boru Pareme.

Setelah sekian lama hubungan ini terjadi menjadikan Si Boru Pareme mengandung/ hamil dan hal ini menjadikan aib dalam keluarga turunan Raja Isumbaon. Dalam adat dan kebudayaan Batak hal ini adalah TABU dan DILARANG KERAS, maka hukumannya adalah MATI.

Melihat aib ini saudara/ saudari dari Tuan Saribu Raja dan Si Boru Pareme merasa marah dan berniat untuk menghukum mati kedua saudara/i nya itu. Namum ternyata tak satupun dari mereka yang mampu/ tega untuk menghukum mati. Akhirnya di putuskanlah untuk membuang mereka ke hutan secara terpisah.

Si Boru Pareme pun dibuang ke sebuah hutan di atas Sabulan sekarang, satu daerah yang dianggap sebagai sarang harimau. Biarlah harimau itu yang membunuhnya, kalau tidak mati akibat kelaparan dan deritanya sendiri, begitulah pikiran Limbong Mulana dan adik-adiknya.

Suatu ketika, Siboru Pareme yang sudah hamil tua dan kesepian ini, dikejutkan oleh seekor harimau yang mengaum mendekatinya. Namun karena sudah terbiasa melihat harimau dan penderitaan yang dialaminya, ia tidak takut lagi dan pasrah untuk di mangsa. Setelah menunggu beberapa saat, ternyata harimau itu tidak memangsanya. Harimau tadi membuka mulutnya lebar-lebar dihadapan Siboru Pareme seakan meminta bantuan. Dari jarak dekat Siboru Pareme melihat ada sepotong tulang yang tertancap di rahang harimau itu. Timbul rasa iba dihati Siboru Pareme. Tanpa ragu Siboru Pareme mencabut potongan tulang itu dan di buangnya. Setelah itu harimau yg dikenal buas itu menjadi jinak kepada Siboru Pareme. Sejak itu harimau yang dikenal BABIAT SITELPANG setiap pagi dan sore mengantar daging hasil buruannya ketempat Siboru Pareme. Budi baik yang diterimanya dari wanita yang sedang hamil tua itu menumbuhkan rasa sayang BABIAT SITELPANG yang diwujudkannya dengan tetap menjaganya hingga melahirkan seorang putra dan diberilah namanya SI RAJA LONTUNG.

Si Raja Lontung hidup dan bertumbuh dewasa bersama ibunya ditengah hutan sekitar Ulu Darat selalu didampingi oleh BABIAT SITELPANG. Tidak seorang pun manusia lain yang mereka kenal. Namun Siboru Pareme selalu memberi pengetahuan kemasyarakatan kepada anaknya termasuk partuturan adat batak karena ibunya tidak ingin anaknya itu menderita lagi seperti aib yang diterimanya selama ini.

Setelah SIRAJA LONTUNG beranjak dewasa dan sudah bisa menikah, ia bertanya kepada ibunya di mana kampung tulangnya. Ia sangat berniat menikah dengan putri tulangnya (paribannya). Siboru Pareme merasa sedih mendengar hal itu, hatinya gusar, kalau diberitahu yang sebenarnya. Ia takut tulangnya akan membuang dan membunuh anaknya itu, Siboru Pareme selalu berupaya mengelak dari pertanyaan anaknya.

Namun karena tidak ingin anaknya menjadi korban kemarahan tulangnya dan Siboru Pareme yakin dan tahu bahwa Si Raja Lontung tidak dapat menemukan seorang perempuan jadi isterinya di hutan itu, niscaya dia akan mati lajang tanpa keturunan, ia pun mengorbankan dirinya untuk dikawini anak kandungnya sendiri, akhirnya Siboru Pareme membuat siasat.

Pada satu saat yang baik Siboru Pareme menyerahkan cincinnya pada Si Raja Lontung dengan pesan "Pergilah ke tepian yang ada di kejauhan sana. Tunggulah disana hingga paribanmu turun mengambil air. Dia mirip sekali dengan saya hingga sulit dibedakan. Pasangkan cincin ini pada jarinya dan cincin ini pun harus pas betul. Bila hal ini telah terbukti bujuklah dia menjadi isterimu". Selanjutnya Siboru pareme menerengkan jalan berliku yang harus ditempuh anaknya.

Si Raja Lontung pun berangkat menapaki jalan berliku seperti yang telah dirunjuki oleh ibunya. Sementara itu si Boru Pareme pun bernagkat ke tepian yang sama. Dia mengambil jalan pintas agar dapat mendahului anaknya. Setibanya disana dia pun mendandani dirinya sedemikian rupa hingga nampak lain dan lebih muda. pada hari anaknya tiba, dia sudah siap.


Si Raja Lontung pun tiba di tempat seperti yang dipesankan ibunya itu. Ia mendengar ada manusia tengah mandi di pansuran itu. “Berarti benar apa yang diberitahu ibuku”, katanya dalam hati, sambil mengintip dari celah-celah pohon. Ia tidak sabar terlalu lama lagi, karena hari sudah gelap dan langsung menghampiri perempuan tersebut.

“Bah benar juga yg dibilang ibuku, tidak ada ubahnya seperti dia”, katanya dalam hati. “Santabi boru ni tulang, saya ingin menyampaikan pesan ibuku”, kata Si Raja Lontung dan menggapai tangan perempuan itu serta meremas jemari perempuan yang disebut paribannya itu, dan menyelipkan cincin ibunya ke jari manis dan ternyata pas. “Berarti tidak salah lagi, kaulah paribanku itu. Wajahmu seperti ibuku dan cincin ibuku cocok dijari manismu,” lanjutnya merasa yakin. Lalu ia mengajak perempuan tersebut untuk dijadikan istrinya dan memperkenalkannya kepada ibunya.

Sesampainya di hutan tempat tinggal SIRAJA LONTUNG, ia terkejut sebab ibunya tidak lagi di jumpai di rumahnya. Ia pun teringat akan pesan ibunya yang berniat mencari ayahnya SARIBU RAJA kearah Barus. Keduanya hidup serumah dan menjadi suami istri, (maka bagi Si Boru Pareme terjadi lagi kawin sumbang atau INCEST yang kedua kali).

Dari hasil perkawinan Si Raja Lontung dan Si Boru Pareme melahirkan turunan sebagai berikut :

    Ompu Tuan Situmorang (putra)
    Sinaga Raja (putra)
    Pandiangan (putra)
    Nainggolan (putra)
    Simatupang (putra)
    Aritonang (putra)
    Siregar (putra)
    Siboru Amak Pandan (putri) kawin dengan Sihombing dan
    Siboru Panggabean (putri) kawin dengan SIMAMORA.

Ketujuh putra ini kemudian menurunkan marga-marga berikutnya. satu hal yang unik ialah bahwa ketujuh marga Lontung ini tidak merasa puas bila tidak menyertakan kedua boru itu dalam bilangan dan kelompoknya. Inilah cikal bakal sebutan “Lontung Sisia Sada Ina Pasia Boruna Sihombing - SIMAMORA. Kalau dari Si Raja Lontung (namarpariban), maka Sihombing lebih tua, tetapi karena Simamora dan Sihombing abang-adik kandung, maka Simamora lah yang tertua.

Dicopas Dari : Sini

Kisah Legenda Sipiso Somalim

Dahulu kala hiduplah seorang raja di daerah Rura Silindung yang bernama Punsahang Mataniari-Punsahang Mata ni Bulan, Raja yang sangat makmur dan kaya raya. Raja ini mempunyai seorang saudara putri yang bernama siboru Sandebona yang kemudian kawin dengan raja Panuasa dari kampung Uluan. Suatu saat Siboru sandebona mengandung seorang anak laki-laki, akan tetapi setelah genap waktunya bayi ini tidak kunjung lahir, kemudian Siboru Sandebona kebingungan, lalu menemui seorang dukun sakti untuk menanyakan apa yang bakal terjadi dengan anak yang ada di dalam kandungannya. Dusun sakti kemudian memberikan jawaban bahwa bayi ini akan menjadi seorang laki-laki yang memiliki kharisma dan kelebihan tersendiri.

Begitulah setelah lahir, bayi ini diberi nama Sipiso Somalim. Setelah dewasa Sipiso Somalim sudah menunjukkan kelebihan tersendiri dalam kehidupan sehari-harinya. Pada suatu saat dia disuruh orangtuanya untuk membajak sawah dengan menggunakan tenaga kerbau, dia hanya duduk tenang, namun kerbau ini dapat disuruhnya bekerja sendiri untuk membajak sawah itu. Dalam sikapnya terhadap orang-orang sekitarnya, dia sangat sopan dan berbudi baik. Bahkan semua tindak tanduknya mencerminkan sikap seorang anak-raja.

Pada usia sudah matang, Sipiso Somalim tetap saja pada pendiriannya untuk meminang putri pamannya, ibunya tidak kuasa lagi menolak permintaan Sipiso Somalim. Lalu suatu ketika ibunya memberangkatkan Sipiso Somalim yang didampingi seorang pengawalnya yaitu Sipakpakhumal.

Dengan mengenakan pakaian kebesaran serta bekal secukupnya termasuk “Pungga Haomasan” (obat penangkal lapar dan haus), Sipiso Somalim berangkat menuju kampung pamannya Rura Silindungdn menelusuri hutan lebat, dengan jalan yang penuh resiko, seperti ancaman dari binatang buas mereka pun berjalan hingga suatu hari tiba pada sebuah pancuran yang sangat sejuk. Melihat sejuknya air pancuran ini, Sipiso Somalim meminta agar mereka berhenti dan mandi untuk melepas rasa letih. Kemudian dia menanggalkan pakaian kebesarannya dan selanjutnya meminta Sipakpakhumal untuk menjaganya.

Adapun Sipakpakhumal sejak keberangkatannya dengan Sipiso Somalim sudah memiliki niat jahat bagaimana agar dia dapat berperan sebagai Sipiso Somalim agar selanjutnya dapat memperistri putri Punsahang Mataniari. Maka dengan diam-diam dia mengenakan pakaian kebesaran Sipiso Somalim seperti layaknya seorang raja. Karena asiknya Sipiso Somalim mandi, dia tidak menghiraukan apa yang telah diperbuat Sipakpakhumal tadi. Setelah siap mandi betapa terkejutnya Sipiso Somalim menyaksikan Sipakpakhumal yang telah mengenakan pakainnya, dan sama sekali dia tidak dapat berbuat apa-apa, karena dengan pakaian ini kharisma Sipiso Somalim langsung pindah Sipakpakhumal.

Sipakpakhumal kemudian dengan menghunus pedang, dan suara lantang berkata, “sejak sekarang ini sayalah yang menjadi Sipiso Somalim dan kau menjadi Sipakpakhumal, kita akan terus menuju kampung Pusahang Mataniari dan jangan sekali-kali bicara pada siapapun bahwa aku telah menggantikanmu sebagai Sipiso Somalim, dan apabila hal ini kau ceritakan pada siapapun kau akan kubunuh, mengerti,” . Mendengar semua ini Sipiso Somalim tidak dapat bebuat apa-apa kecuali hanya tunduk serta menerima apa yang terjadi.
ilustrasi sipiso simalim

Perjalananpun dilanjutkan dan sejak itu, Sipiso Somalim dipanggil menjadi Sipakpakhumal dan demikian sebaliknya, Sipakpakhumal menjadi Sipiso Somalim. Selama dalam perjalanan, Sipakpakhumal yang sebelumnya adalah Sipiso Somalim tetapmenunjukkan sikap baik pada Sipiso Somalim, dan selama itu pula Sipakpakhumal tidak habis piker bagaimana perasaan ibu yang dia tinggalkan sebab sebelum berangkat dia berpesan kepada ibunya agar ibunya memperhatikan sebatang pohon yang dia tanam di dekat rumahnya, apabila pohon itu layu berarti dia mendapat kesulitan di tengah jalan, dan apabila mati maka dia telah mati diperjalanan.

Setelah berjalan beberapa hari akhirnya mereka tiba di Rura Silindung tempat Punsahang Mataniari-Punsahang Mata ni Bulan. Meilhat Sipiso Somalim datang Punsahang Mataniari terus tahu bahwa dia adalah anak saudarinya yaitu Siboru Sandebona. Lalu dengan langsung dia memeluk Sipiso Somalim meskipun sebenarnya dia memiliki firasat bahwa ada yang kurang beres dengan keponakannya itu, tetapi mereka tidak menunjukkan bahkan memperlakukannya Sipiso Somalim seperti keluarganya sendiri. Adapun Sipakpakhumal yang merupakan Sipiso Somalim yang sebenarnya tetap diam dan tidak berani berbuat apa-apa dan dia diperlakukan sebagai layaknya seorang pembantu.

Lama kelamaan Sipakpakhumal yang mengaku sebagai Sipiso Somalim makin menunjukkan sikap yang kurang baik terhadap keluarga pamannya maupun kepada Sipakpakhumal. Sebagaimana tujuan keberangkatan Sipiso Somalim untuk meminang putri pamannya, suatu ketika dia menyampaikan hasrat tersebut kepada pamannya. Akan tetapi untuk sementara, pamannya menolak dengan cara halus dengan alasan agar jangan terburu-buru dulu. Semua ini tentu karena pamannya makin hari makin curiga terhadap Sipakpakhumal yang mengaku sebagai Sipiso Somalim.

Rasa gelisah tetap menyelimuti hati ibu Sipiso Somalim, di kampung halaman, lalu kemudian dia kembali mengirimkan seekor kerbau yang bernama “Horbo Sisapang Naualu”. Ketika kerbau ini sampai Punsahang Mataniari memanggil Sipiso Somalim untuk mengiring kerbau ini kekandang. Akan tetapi saat dia mendekat kerbau ini mengamuk dan hampir menanduk Sipakpakhumal. Dengan kejadian ini, Punsahang Mataniari semakin menyadari bahwa ada yang tidak beres diantara Sipiso Somalim dan Sipakpakhumal. Kemudian Punsahang Mataniari memanggil Sipakpakhumal untuk mengiring kerbau tadi. Pada saat Sipakpakhumal mendekat, kerbau ini langsung mendekat seperti bersujud.

Kedatangan kerbau ini, bagi Sipakpakhumal mengetahui bahwa itu sengaja dikirim oleh ibunya dari kampung halaman. Sehingga pada saat dia menggembalakan kerbau ini di sawah dia membuka tanduk kerbau ini ternyata di dalamnya terdapat berbagai jenis alat musik dan perhiasan kerajaan sementara kerbau ini membajak sawah, dia memainkan alat-alat musik tadi sehingga karena merdunya segenap burung yang terbang diangkasa turut bernyanyi ria.

Pada siang hari, datanglah putri Punsahang Mataniari untuk mengantar makanan Sipakpakhumal. Setelah dekat, dia sangat terkejut mendengar musik yang sangat merdu yang diiringi oleh nyanyi ria yang banyak bertengger diatas dahan, ternyata yang memainkan musik ini adalah Sipapakhumal. Lebih terkejut lagi, pada saat dia memperhatikan bahwa kerbau tersebut membajak sawah tanpa digembalakan Sipakpakhumal.

Dengan rasa gugup dan ketakutan, Sipakpakhumal menerima makanan itu dari putri Punsahang Mataniari, dasar curiga, putri Punsahang Mataniari pamit seolah-olah pulang ke rumah akan tetapi dia bersembunyi dibalik sebuah pohon besar untuk mengamati dari dekat tindak tanduk Sipakpakhumal. Sipakpakhumal merasa bahwa putri Punsahang Mataniari sudah jauh lalu diambilnya nasi tersebut dan ditaburkannya untuk makanan burung yang semuanya mengelilingi Sipakpakhumal. Kemudian dia merogoh kantongnya dan mengambil sebuah benda kecil yang disebut “pungga haomasan”.

Pungga haomasan ini kemudian dicium dan dijilat lalu seketika itu dia kenyang sebagaimana layaknya makan nasi. Pungga haomasan ini diberikan ibunya saat dia berangkat dahulu dan sampai saat itu tetap berada ditangannya. Sehingga selama ini pun Punsahang Mataniari sebenarnya juga curiga karena pengetahuannya Sipakpakhumal tidak pernah makan tetapi tetap mengaku kenyang. Menyaksikan semua apa yang terjadi putri Punsahang Mataniari cepat-cepat menemui dan memberitahukan apa yang dia saksikan kepada ayahnya Punsahang Mataniari, dan ayahnya pun semakin yakin bahwa Sipakpakhumal yang dijadikan pembantu adalah Sipiso Somalim yang sebenarnya.

Sementara itu, Sipakpakhumal yang mengaku Sipiso Somalim semakin mendesak pamannya agar dia dikawinkan dengan putri pamannya. Hingga pada suatu ketika, pamannya mempertanyakan kepada putrinya yang paling sulung agar berkenan menerima Sipakpakhumal yang mengaku sebagai Sipiso Somalim menjadi suaminya akan tetapi dia menolak permintaan itu. Kemudian Punsahang Mataniari menawarkan kepada anak perempuannya nomor dua dan ternyata putrinya itu mau. Lalu malalui upacara adat mereka dikawinkan.

Putri sulung Punsahang Mataniari meminta kepada ayahnya untuk menggelar upacara dengan membunyikan seperangkat musik dan mengundang semua pemuda yaitu anak raja-raja yang berada disekeliling kampungnya. Untuk menari dan dia ingin memilih salah satu dari antara mereka untuk menjadi suaminya. Acara sudah digelar akan tetapi tak satu orangpun dari pemuda itu berkenan di hati putrinya Punsahang Mataniari, namun diluar dugaan, tiba-tiba seorang pemuda menunggang kuda dan berpakaian kerajaan tiba-tiba muncul dipesta itu, semua orang tercengang dan seketika itu pula pemuda itu meninggalkan pesta itu.

Dengan kehadiran pemuda itu, sang putri mengatakan kepada ayahnya bahwa dia sangat tertarik kepada pemuda tersebut dan meminta kepada ayahnya agar dia menyuruh para pengawal untuk mencari asal pemuda tadi. Para pengawalnyapun mengikuti jejak pemuda tadi dan akhirnya mereka tiba pada suatu tempat yaitu tempatnya Sipakpakhumal untuk mengembalakan ternak tuannya. Para pengawalmya heran sebab ada tanda-tanda bahwa Sipakpakhumal lah lelaki yang baru saja hadir di pesta itu, karena sesaat setelah Sipakpakhumal berada di gubuknya lalu ia menukar pakaiannya seperti semula dan pakaian kebesaran itu adalah pemberian ibunya yang dikirimkan melalui kerbau itu dan setelah dia sampai dipondoknya, pakaian kebesaran itupun ditanggalkan dan memakai pakaian biasa.

Para pengawal kemudian kembali dan melaporkan kepada Punsahang Mataniari bahwa mereka telah tidak menemukan jejak pemuda itu. Dengan hati tidak sabar, Punsahang Mataniari kemudian memangil si Piso Somalim serta bertanya apa yang pernah terjadi antara mereka berdua. Karena Punsahang Mataniari mengancam akan membunuh apabila dia bohong maka Si Piso Somalim mengaku dengan terus terang apa yang telah dia lakukan terhadap Sipakpakhumal sehingga Sipiso Somalim yang sebenarnya akhirnya dijadikan sebagai Sipakpakhumal dan demikian juga sebaliknya.

Dengan perasaan berang sebenarnya ingin menghukum Sipakpakhumal ini, akan tetapi karena Punsahanng Mataniari sadar bahwa Sipakpakhumal telah terlanjur menantunya sehingga dia tidak dapat berbuat apa-apa.Begitupun karena Sipakpakhumal menyadari kesalahannya dan merasa hidupnya akan terancam, besok harinya pada pagi-pagi buta dia melarikan diri beserta istrinya yang menurut cerita berangkat menuju Sumatera Timur.

Pada kedua kalinya, atas permintaan putri Punsahang Mataniari, kembali digelar acara adat dengan membunyikan seperangkat alat musik, dan pada saat acara berakhir tiba-tiba seorang pemuda dengan menunggang kuda “Siapas Puli” kembali hadir setelah menari-nari sejenak akhirnya menghilang. Baik Punsahang Mataniari maupun putri sulung menganggap bahwa yang datang itu adalah Sipiso Somalim yang sebenarnya dan yang selama 7 tahun telah terlanjur mereka jadikan sebagai pembantu dan semua ini adalah atas ulah dari kebohongan Sipakpakhumal yang selama ini mengaku sebagai Sipiso Somalim.

Maka pada saat itu juga, Punsahang Mataniari memerintahkan para pengawal untuk menjemput Sipakpakhumal dari tempatnya dan membawanya terhadap Punsahang Mataniari. Pakpakhumal sebenarnya apa yang terjadi dan sebelumnya dia menolak untuk menemui Punsahang Mataniari akan tetapi setelah dibujuk akhirnya diapun mau.

Pertemuan dengan Punsahang Mataniari beserta seluruh keluarganya sangat mengharukan. Pada saat itu akhirnya Sipakpakhumal yang sebenarnya adalah Sipiso Somalim menceritakan semua yang terjadi sejak diberangkatkan Ibunya 7 tahun yang lalu akhirnya mendapat malapetaka atas ulah licik Sipakpakhumal yang sebenarnya. Pada saat itu pamannya menyampaikan maaf yang sebenarnya atas apa yang terjadi selama 7 tahun ini.

Suasanapun berobah, suatu saat pamannya mengutarakan bahwa mereka memiliki hasrat untuk menjadikan Sipiso Somalim sebagai menantunya. Pada awalnya Sipiso Somalim menolak akan tetapi setelah dia pertimbangkan masak-masak akhirnya dia terima dan pesta perkawinanpun dilaksanakan dengan menggelar upacara adat.

Sipiso Somalim akhirnya menikah denngan putri pamannya sesuai dengan keberangkatannya untuk menemui pamannya Punsahang Mataniari 7 tahun yang silam dan pada suatu waktu dia beserta istrinya meninggalkan Rura Silindung dan kembali menemui Ibunya di kampung halamannya yaitu Kampung Uluan.

Dicopas Dari : GoBatak

Legenda Ritual Batu Siungkap-ungkapon

Situs sejarah Batak yang berada di Huta Bakara persis disamping kompleks istana Raja Sisingamangaraja yang dipercaya sebagai petunjuk kepada rakyat khususnya bagi para petani adalah Batu Siungkap-ungkapon. Keberadaan Batu di lokasi saat ini tidak begitu dirawat terlihat rerumputan tumbuh tinggi disekitar situs bersejarah ini. Kalau dilihat sepintas tidak ada yang unik dan menonjol jika kita hendak menuju kompleks istana Sisingamangaraja di huta Bakara ini. Namun ada sejarah yang berharga ternyata, seperti apa legendanya?

Konon Batu Siungkap-ungkapon ini adalah Batu yang bertuah yang memiliki kekuatan spiritual kala itu. Dahulu kala pekerjaan masyarakat mayoritas adalah bertani padi, dimana masyarakat sangat percaya jika hasil tanaman padi subur dan panen melimpah adalah tanah yang mereka garap di berkati oleh Oppu Mula Jadi Na Bolon (Tuhan). Disinilah pemimpin bangsa Batak saat itu oleh Raja Sisingamangaraja melakukan ritual adat kepercayaan saat hendak menanam serta saat panen pagi.

Untuk petunjuk apakah masyarakat sudah dapat memulai memulai kegiatan bercocok tanam di tempat inilah-Batu Siungkap-ungkapon berawal. Ritual adat di mulai dengan upacara adat yang dilaksanakan 7 hari 7 malam yang dipimpin oleh penatua adat. Dalam ritual tersebut ada persembahan dengan menyembelih kuda (sumber lain ada yang menyebut dengan kerbau) di atas Batuu Siungkap-ungkapon ini. Darah hewan yang disembeli ini menetes di atas Batu Siungkap-ungkapon mengalir sampai ke Barus.

Inilah tanda bagi Raja Uti, dimana Raja Uti akan memohon dan memanjatkan doa kepada Oppu Mula Jadi Na Bolon (Tuhan) agar tanah, air di berkati. Setelah beberapa hari setelah upacara dilakukan muncullah semut merah atau semut bertelur putih dari Batu Siungkap-ungkapon. Jika hanya semut merah saja keluar dari Batu Siungkap-ungkapon tersebut bertanda sebagaian tanah tidak akan menghasilkan panen yang baik. Jika semut merah bertelur putih bertanda bahwa tanaman tidak akan diserah oleh hama tanaman dan hasil panen melimpah. Petunjuk keluarnya semut merah inilah pemimpin akan mengumumkan kepada masyarakat kapan waktu yang tepat untuk bercocok tanam. Petunjuk keluarnya semut merah inilah pemimpin akan mengumumkan kepada masyarakat kapan waktu yang tepat untuk bercocok tanam.

Batu Siungkap-ungkapon dahulu kala juga dipakai untuk berperang dimana sangat tinggi kepercayaan bahwa batu itu bisa menghancurkan kekuatan lawan secara magis.

Catatan:
* Batu yang berada didalam lingkaran berdiameter sekitar 100 cm ini adalah bukan batu yang sebenarnya. Batu yang dapat kita lihat jika anda berkunjung ke lokasi situ batu bersejarah ini adalah sebagai simbol. Dimana menurut penuturan sumber yang kami dapatkan bahwa batu asli terkubur dalam dibawah tanah persis diatas batu kecil yang dijadikan simbol.

Dicopas Dari : GoBatak