Translate

BBM

BBM
Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan

Sopo Parsaktian, Ilham Raja Isumbaon

Pusuk Buhit sebuah gunung berbentuk kerucut yang tumpul dengan ketinggian sekitar 1900 meter di atas permukaan laut, tertinggi di antara deretan pegunungan sekitarnya, terletak di barat pantai Danau Toba, dekat Pangururan. Sebahagian kaki gunung berbatasan dengan Tao Toba, sisi lainnya berlereng tebing curam berbatasan dengan lembah yang memberi jarak dengan deretan pegunungan Bukit Barisan.
Dari Dolok Pusuk Buhit (Gunung Pusuk Buhit) asal-usul leluhur Suku Batak yang bermukim di Toba, diyakini bermula. Menurut mitologi Batak, Pusuk Buhit sebagai bukit sakral tempat leluhur suku Batak diturunkan dari kayangan (Banua Ginjang), dan leluhur Si Raja Batak “bertemu” dengan Ompu Mulajadi Na Bolon.

Jika diperkirakan, mitologi dalam bentuk turi-turian tersebut sebagai simbolisme yang menyiratkan bahwa Si Raja Batak tiba di puncak Dolok Pusuk Buhit dan menyampaikan tonggo (doa) ucapkan syukur, permohonan kepada Ompu Mulajadi Na Bolon dan harapan untuk membangun kembali permukiman dan peradaban baru. Sebagaimana kepercayaan kuno suku-suku bahwa pucak gunung tertinggi merupakan tempat sakral untuk menyampaikan doa.
Di lereng Pusuk Buhit, terdapat lembah yang kemudian dijadikan sebagai permukiman (huta ) yang strategis, terlindungi oleh deretan pegunungan, bagaikan benteng alam yang aman dan tertutup, dan puncak gunung bagaikan menara pengawas untuk kehadiran pihak lain (termasuk musuh). Dari pucak Pusuk Buhit dapat memandang ke berbagai penjuru deretan pegunungan dan kebiruan Tao Toba.



Keberadaan Dolok Pusuk Buhit saat ini masih tergolong terjaga dari kemajuan dan perkembangan jaman. Ini dikarenakan Bangsa Batak masih mensakralkan Dolok Pusuk Buhit sebagai tempat ziarah. Menurut mitologi batak, Pusuk Buhit dulunya merupakan awal mula persebaran perkampungan Bangsa Batak yang merupakan keturunan dari Si Raja Batak. Diyakini bahwa keseluruhan Dolok Pusuk Buhit dahulunya terdiri dari huta-huta (perkampungan) bagi keturunan Si Raja Batak.

Selain pucuk (puncak) Pusuk Buhit yang oleh Bangsa Batak dianggap sakral karena dianggap merupakan tempat kediaman Si Raja Batak dahulunya, ada satu tempat tepatnya berada di badan Dolok Pusuk Buhit yang juga dahulunya dianggap merupakan huta Raja Isumbaon (perkampungan Raja Isumbaon) yang merupakan anak (putra) kedua setelah Guru Tatea Bulan dari Si Raja Batak. Berada disisi punggungan Dolok Pusuk Buhit, sebelah Timur Laut pada ketinggian berkisar 1500 mdpl yang merupakan sebuah harangan (lembah) yang dikelilingi oleh tebing diyakini dahulunya merupakan huta (kampung) Raja Isumbaon. Ditempat ini sudah setahun berdiri dan masih dalam tahap penyempurnaan sebuah sopo yang dibangun oleh seorang donatur dari Kota Medan dan dibantu oleh 8 orang relawan.

Melalui suatu perjalanan trekking ke Dolok Pusuk Buhit pada Jumat 5 Oktober 2012 lalu, bersama rekan Harianto Simanjuntak, Ramcheys Siahaan, Harri Ovi Siagian dan Ganda Manurung, Gobatak dapat menghimpun sejumlah informasi tentang keberadaan dan pembangunan sopo (para pekerja menyebutkan Parsaktian) di huta (kampung) Raja Isumbaon. Sudah setahun sopo itu berdiri dan masih dalam penyempurnaan. Seluruh biaya pembangunan parsaktian itu didonasi oleh Hendri Naibaho berdomisili di Kota Medan.

Pembangunan parsaktian tersebut dilatar belakangi kerinduan Hendri Naibaho akan Ompu Isumbahon di Dolok Pusuk Buhit sehingga memulai pencarian huta Ompu Isumbaon. Seorang bermarga Siregar yang merupakan salah seorang ahli bangunan yang kami temui di lokasi pembangunan parsaktian, menuturkan bahwa beliau (Hendri Naibaho) telah lama mencari mual (sumur) yang merupakan tanda huta Ompu Isumbaon hingga akhirnya sampai di mual (sumur) tersebut dan berniat membangun sebuah tempat untuk berkumpul/ berziarah di kampung Ompu Isumbaon.

Banyak cerita menarik yang kami dapat dari para ahli bangunan yang mereka sendiri menyebutkan diri mereka adalah relawan dalam pembangunan parsaktian tersebut. Mereka menyebut mereka relawan dikarenakan mereka sendiri adalah orang-orang yang terpanggil apa itu melalui ilham yang didapat melalui mimpi ataupun memang niat dari hati yang benar-benar juga ingin mencari huta Ompu Isumbaon tersebut.

Mereka menuturkan, bahwa pembangunan parsaktian tersebutlah yang mempertemukan mereka dimana mereka sendiri berasal dari daerah-daerah yang berbeda seperti Tarutung, Medan, Tiga Lingga ataupun dari lereng kaki Dolok Pusuk Buhit tersebut. Mereka datang dari daerah yang berbeda dan juga mempunyai keahlian yang berbeda dalam hal bangunan. Mereka menuturkan bahwa Hendri Naibaho tidak pernah mencari mereka tetapi mereka sendiri yang datang ke tempat pembangunannya. Mereka juga menuturkan, bahwa ilham yang didapat dari Ompu Isumbaon sendiri yang memanggil mereka untuk bergabung dalam pembangunan parsaktian itu.

Tertarik tentang ilham yang didapat oleh para relawan dari Ompu Isumbaon, beberapa pertanyaan kami mendapatkan jawaban yang sangat menarik. Delapan orang para relawan yang bekerja dalam pembangunan parsaktian, tidak ada satu orang pun mempunyai keahlian yang sama. Mereka menuturkan, ilham yang didapat dari Ompu Isumbaon yang memanggil mereka sehingga mereka merupakan satu kesatuan yang lengkap dalam pembangunan parsaktian tersebut. Terpanggil dalam pembangunan parsaktian, mereka membawa keahlian masing-masing dalam hal ilmu bangunan.

Hanya terdapat satu orang ahli dalam pemasangan keramik, hanya terdapat satu orang ahli dalam pengecoran, hanya terdapat satu orang ahli dalam pemahatan dan begitulah mereka dalam satu tahun ini bahu membahu dalam menyelesaikan parsaktian tersebut. Mereka juga menuturkan dalam sehari-harinya disela pembangunan parsaktian tersebut, mereka akan mendapatkan petunjuk dari Ompu Isumbaon sesuatu pekerjaan yang mesti mereka kerjakan. Ompu sendirilah yang menunjukkan salah seorang ataupun beberapa untuk membersihkan area disekitar berdirinya parsaktian. Tentunya mereka mendapat petunjuk itu langsung dari Ompu melalui mimpi mereka.

Jika salah seorang ditunjuk untuk mababbat (membersihkan semak belukar) ia haruslah melakukannya seorang diri tanpa ada satu orang teman pun yang turut membantu, tutur salah seorang dari mereka. Begitulah keseharian kehidupan mereka dalam pembangunan parsaktian di huta Ompu Isombaon. Tiada satupun mereka yang merasa diberatkan dari setiap pekerjaan yang diberikan.

Tertarik dari hal lain soal ilham yang diberikan oleh Ompu Isumbaon, mereka sendiri mempunyai nama masing-masing yang Ompu itu sendiri yang memberikan ataupun dalam sebuah acara di puccuk (puncak) Dolok Pusuk Buhit, mereka juga mempunyai tugas masing-masingnya dalam membawa silua ke puncak ataupun dalam mengawasi tiap anggota yang dipimpinnya untuk sampai ke puncak. Sedikit soal mistik, mereka juga menceritakan, bahwa harangan (lembah) tempat didirikannya sopo parsaktian tersebut dulunya sempat ingin di olah oleh warga, namun akhirnya gagal, konon dikarenakan Ompu Isombaon tidak menginginkan adanya hal itu. Begitulah penuturan mereka.

Sumber : GoBatak

Siapa Ingwer Ludwig Nommensen?

Sosok anak manusia yang memiliki keberanian, kesungguhan, ketulusan dan jiwa petualangan, ada pada diri Ingwer Ludwig Nommensen. Di besarkan di bawah budaya barat, Nommensen berani menetapkan pilihan untuk mendatangi dunia lain yang sama sekali berbeda, jauh dan penuh misteri — Tanah Batak –

Berbekal sebagai seorang theolog muda, menerima tantangan untuk mendedikasikan ilmu, iman dan pengabdiannya bagi Bangso Batak, yang hanya diketahui dari buku literatur yang terbatas dan dengar-dengaran dari sumber-sumber yang belum tentu teruji kemampuannya dalam menggambarkan sifat, sikap dan alam Batak, nun jauh di timur.
Tentu melihat ini kita diminta untuk memutar roda waktu ke tahun 1861, dengan segala keterbatasannya, tanpa kecanggihan transportasi dan alat komunikasi. Terbukti, untuk tiba di tempat yang akan ditujunya menghabiskan waktu 142 hari, yang saat ini dapat kita tempuh hanya 11 jam kurang lebih.
Perbedaan budaya, bahasa dan agama tidak menyurutkan niatnya untuk memulai “pengabdian” di tengah perlawanan dan ancaman Bangsa Batak yang belum terbiasa menerima kehadiran “orang aneh”, yang berlainan bahasa, pola hidup, warna kulit dan mata serta rambutnya.
Kesungguhan dan keteguhan Nommensen, terbukti mampu memenangkan penolakan besar Bangsa Batak yang berbuah pada dimulainya era baru bagi kehidupan sosial dan spritual, hingga berimplikasi luas pada tatanan mayoritas Batak. Pendekatan sosial religius, tidak terpungkiri mewarnai kehidupan sebagian besar di antara kita saat ini.
Nommensen, sang Peretas!
Tidak sekedar untuk dikenang, nostalgia masa lalu, tentu ada pelajaran besar dari penggalan perjalanan hidup Nommensen. Untuk kita pelajari dan ketahui.

Tahun 1834, tanggal 6 Februari
Ingwer Ludwig Nommensen lahir di Nortdstrand, pulau kecil di panatai perbatasan Denmark dan Jerman. Dia anak pertama dan lelaki satu-satunya dari empat orang bersaudara. Ayahnya Peter dan ibunya Anna adalah keluarga yang sangat miskin di desanya. Sejak kecil, dia sudah tertarik dengan cerita gurunya Callisen tentang misionar yang berjuang untuk membebaskan keterbelakangan, perbudakan pada anak-anak miskin.

Tahun 1846 pada umur 12 tahun
kedua kakinya sakit parah karena kecelakaan kereta kuda pulang dari sekolah. Selama setahun lebih tidak dapat berjalan, kakinya hampir diamputasi. Dia berjanji kepada Tuhan bahwa akan menjadi misionar apabila kedua kakinya sembuh kembali. Dia akan pergi jauh untuk membebaskan anak-anak miskin yang budak karena hutang orang tuanya, dia akan memberitakan Firman Tuhan kepada pelbegu yang sangat terbelakang sebagaimana sering diceritakan gurunya Callisen yang sangat dikaguminya.

Tahun 1847
Kedua kakinya sembuh secara ajaib, dia dapat berjalan seperti sediakala. Dia kembali ke sekolah pada musin winter (musim dingin) karena pada musin summer dia akan menjadi gembala domba untuk menerima upahan karena orangtuanya sangat miskin.

Tahun 1848, tanggal 2 Mei
Ayahnya Peter Nommensen meninggal dunia. Ingwer Ludwig Nommensen sebelumnya bermimpi akan kehilangan ayahnya, maka ia tidak terkejut ketika orang membawa ayahnya ke rumah yang meninggal di tempat kerjanya.

Tahun 1849
Pada umur 15 tahun (suatu pengecualian), dia mendapat sidi. Biasanya, orang akan diijinkan mendapat sidi pada umur 17 tahun. Namun, karena Ingwer Ludwig Nommensen sudah tidak obahnya seperti ayah dari dari segi tanggung jawab kepada keluarga maka diberi pengecualian kepadanya. Dia mendapat sidi setelah setahun belajar Alkitab.

Tahun 1854
Ibu Ingwer Ludwig Nommensen merestui anaknya, satu-satunya lelaki di antara empat orang bersaudara, menjadi seorang misionar.

Tahun 1857
Ingwer Ludwig Nommensen masuk sekolah pendeta di RMG Barmen setelah menunggu sekian lama.
Tahun 1858, Januari Ibunya meninggal dunia di Nordstrand.

Tahun 1859
4 orang Misionar RMG Barmen serta 3 orang isteri misionar terbunuh di Borneo, berita itu semakin menggugah hati Ingwer Ludwig Nommensen untuk pergi ke daerah pelbegu.

Tahun 1861, 7 Oktober
berdiri HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) di Praosorat Sipirok, sebagai permulaan Misi Kongsi Barmen di Tanah Batak. Hari itu terjadi kesepakatan 4 orang Misionar Belanda dan Jerman yaitu:
H (Heine)K (Klammer)B (Betz) danP (Van Asselt) menjadi penginjil atas tanggung jawab Rheinische Missionsgeselshaft dari Barmen, Wupertal, Jerman, yang lazim diebut Kongsi Barmen.

Tahun 1861, Oktober
Ingwer Ludwig Nommensen ditahbiskan sebagai pendeta dan langsung diberangkatkan oleh Missi Barmen menjadi misionar ke Tanah Batak, tetapi selama 2 bulan dia masih belajar Bahasa Batak dan Budaya Batak dari Dr. Van Der Tuuk di Belanda.

Tahun 1861, Desember
Ingwer Ludwig Nommensen berangkat dari Amsterdam menuju Sumatera dengan kapal Pertinar. Pelayaran itu memakan waktu selama 142 hari.

Tahun 1862, 14 Mei
Setelah mengalami banyak cobaan di lautan, Ingwer Ludwig Nommensen mendarat di Padang. Selanjutnya dia tinggal di Barus. (Kapal Pertinar kemudian tenggelam dalam lanjutan pelayaran kea rah timur di sekitar Laut Banda dekat Irian Barat).

Tahun 1862, November
Bersama beberapa orang Batak, mengadakan perjalanan ke pedalaman Sumatera melalui Barus dan Tukka. Dari Barus, Ingwer Ludwig Nommensen pergi ke Prausorat dan kemudian tinggal dengan Van Asselt di Sarulla.

Tahun 1863, November
Ingwer Ludwig Nommensen pertama kali mengunjungi Lembah Silindung. Dia berdoa di Bukit Siatas Barita, di sekitar Salib Kasih yang sekarang. “Tuhan, hidup atau mati saya akan bersama bangsa ini untuk memberitakan FirmanMu dan KerajaanMu, Amin!”

Tahun 1864, Mei
Ingwer Ludwig Nommensen diijinkan memulai misinya ke Silindung, sebuah lembah yang indah dan banyak penduduknya.

Tahun 1864, Juli
Ingwer Ludwig Nommensen membangun rumahnya yang sangat sederhana di Saitnihuta setelah mengalami perjuangan yang sangat berat.

Tahun 1864, 30 Juli
Ingwer Ludwig Nommensen menjumpai Raja Panggalamei ke Pintubosi, Lobupining. Raja Panggalamei beserta rombongannya 80 orang membunuh Pendeta Hendry Lyman dan Samuel Munson (missionar yang diutus oleh Zending Gereja Baptis dari Amerika) di sisangkak, Lobupining pada tahun 1834, bertepatan dengan tahun lahirnya Ingwer Ludwig Nommensen di Eropa.

Tahun 1864 , 25 September
Ingwer Ludwig Nommensen mau dipersembahkan ke Sombaon Siatas Barita dionan Sitahuru. Ribuan orang datang. Ingwer Ludwig Nommensen akan dibunuh menjadi kurban persembahan. Ingwer Ludwig Nommensen tegar menghadapi tantangan, dia berdoa, angin puting beliung dan hujan deras membubarkan pesta besar tersebut. Ingwer Ludwig Nommensen selamat, sejak itu terbuka jalan akan Firman Tuhan di negeri yang sangat kejam dan buas. Ingwer Ludwig Nommensen pantas dijuluki “Apostel di Tanah Batak”

Tahun 1865, 27 Agustus
Pembaptisan pertama di Silindung terhadap empat pasang suami-istri beserta 5 orang anak-anaknya. Diantara keluarga yang dibaptis pertama adalah Si Jamalayu yang diberi nama Johannes dengan istrinya yang dibawa dari Sipirok sebagai pembantu Ingwer Ludwig Nommensen diberi nama Katharina.

Tahun 1866, 16 Maret
Ingwer Ludwig Nommensen diberkati menjadi suami-isteri dengan tunangannya Karoline di Sibolga. Karoline datang dari Jerman beserta rombongan Pdt. Johansen yang dikirim Kongsi Barmen untuk membantu Ingwer Ludwig Nommensen di Silindung.

Tahun 1871
Ingwer Ludwig Nommensen mengalami penyakit disentri yang sangat parah, dia pasrah untuk pergi menghadap Tuhannya tetapi dia tidak rela misinya berhenti begitu saja. Dia dibawa Johansen berobat ke Sidimpuan.

Tahun 1864
Karoline melahirkan anak pertama diberi nama Benoni, namun beberapa hari kemudian meninggal dunia.

Tahun 1872
Pargodungan Saitnihuta yang disebut Huta Dame pindah ke Pearaja. Setelah Gereja baru hampir selesai dibangun, putri pertama Ingwer Ludwig Nommensen yang bernama Anna meningal dunia. Keluarga Ingwer Ludwig Nommensen telah kehilangan dua anak pertama, sungguh suatu ujian berat bagi misionar dalam memulai misinya.

Tahun 1873
Sikola Mardalan-dalan (Sekolah dengan tempat tidak tetap) diciptakan Ingwer Ludwig Nommensen agar Orang Batak bisa secepatnya menjadi guru. Siswa mendatangi Ingwer Ludwig Nommensen di Pearaja, Johansen di Pansurnapitu dan Mohri di Sipoholon dimana para misionar tersebut bertugas. Atau, misionar mendatangi siswanya ditempat tertentu.

Tahun 1875
Misionar Ingwer Ludwig Nommensen, bersama Johansen dan Simoneit bekunjung ke Toba.
Tahun 1876Telah dibaptis lebih dari 7000 orang di Silindung.

Tahun 1876
Ingwer Ludwig Nommensen selesai menterjemahkan Perjanjian Baru ke dalam Bahasa Batak Toba.

Tahun 1877
Ingwer Ludwig Nommensen dan Johansen mendirikan Sekolah Guru Zending di Pansurnapitu. Tempat berdirinya sekolah tersebut adalah tempat yang dulunya dikenal sebagai Pasombaonan (tempat angker), yang sekarang tempat berdirinya STM Pansurnapitu dan Gereja HKBP Pansurnapitu.

Tahun 1877
  1. Raja Sisingamangaraja ke-XII mengancam akan membumihanguskan kegiatan missioner, ancaman ini tidak menjadi kenyataan.
  2. Silindung masuk kolonisasi Belanda.
Tahun 1880
Ingwer Ludwig Nommensen beserta istri dan anak-anaknya pergi ke Eropah. Mereka diantar oleh banyak orang sampai ke tengah hutan. Mereka berjalan kaki selama dua hari dari Silindung ke Sibolga, menjalani jalan setapak yang sangat sulit. Mereka menungu keberangkatan dari Sibolga ke Padang selama dua minggu.

Tahun 1881
Menjelang Natal, Ingwer Ludwig Nommensen kembali ke Pearaja. Dia kembali sendirian, isterinya tinggal di Jerman karena masih perlu perawatan. Anak-anaknya juga tinggal di sana agar bisa sekolah dengan baik.

Tahun 1881
Kongsi Barmen menetapkan Ingwer Ludwig Nommensen menjadi Ephorus pertama HKBP, dia digelari ‘Ompu i’

Tahun 1887
Karoline isteri Ingwer Ludwig Nommensen, meninggal di Jerman, sebulan kemudian baru Ingwer Ludwig Nommensen mengetahuinya.

Tahun 1890
Ingwer Ludwig Nommensen memulai misinya ke Toba, dia pindah ke Sigumpar.

Tahun 1891 bulan Mei
Christian, anak ompu Ingwer Ludwig Nommensen, mati terbunuh di Pinang Sori oleh lima orang kuli China di areal perkebunan.

Tahun 1892
Bersama Pendeta Johansen yang juga sudah menduda pergi ke Jerman untuk berlibur, menjenguk anak-anaknya, dan mencari pasangan baru untuk masing-masing misionar yang telah menduda. Ingwer Ludwig Nommensen mendapatkan jodohnya anak Tuan Harder yang bernama Christine, Johansen mendapatkan jodohnya anak Tuan Heinrich yang bernama Dora. Mereka kembali ke Tanah Batak dengan masing-masing pasangan barunya.
Tahun 1900 Permulaan Zending Batak.
Tahun 1903 Permulaan misi Zending ke Medan

Tahun 1904
Fakultas Theologi Universitas Bonn, Jerman, menganugerahkan gelar Doktor Honouris-Causa di bidang Theologi kepada Ingwer Ludwig Nommensen. Dalam pengukuhan tersebut, Ratu Wilhelmina dari Belanda ikut diundang sebagai tamu.

Tahun 1905
Berkunjung ke Eropah bersama Tuan Reitze, dia mengunjungi Misi Zending di Belanda dan berkunjung kepada Ratu Wilhelmina.

Tahun 1909
Christine Harder, isteri Ingwer Ludwig Nomensen meninggal dunia, setelah melahirkan tiga orang anak. Dia dimakamkan di Sigumpar. Dua anak perempuannya tinggal di Jerman dan belum menikah sewaktu Ompu Ingwer Ludwig Nommensen meningal pada umur 84 Tahun.

Tahun 1911
  1. Pesta jubileum 50 tahun HKBP. Pesta besar di onan Sitahuru dihadiri puluhan ribu orang, di tempat dimana 47 tahun sebelumnya Ingwer Ludwig Nommensen mau dibunuh dan dipersembahkan kepada Sombaon Siatas Barita.
  2. Ratu Wilhelmina dari belanda menganugerahkan Bintang Jasa ‘Order Of Orange Nassau’ kepada DR. Ingwer Ludwig Nommensen, sebuah bintang jasa yang hanya diberikan kepada orang yang dianggap luar biasa jasanya di bidang kemanusiaan.
Tahun 1912
Berlibur ke Eropah, kembali ke Tanah Batak bersama tuan Pilgram yang telah lama bertugas di Balige.
Tahun 1916Nathanael anak Ingwer Ludwig Nommensen, mati tertembak di arena Perang Dunia I di Perancis.

Tahun 1918, Tanggal 23 Mei
Pukul enam pagi Hari Kamis, Ompu Ingwer Ludwig Nommensen pergi menghadap Tuhannya di Sorga. Dia menutup mata untuk selama-lamanya setelah berdoa ‘Tuhan kedalam tanganMu kuserahkan rohku, Amin’.

Pada Jumat sore, 24 Mei 1918
Ompu Ingwer Ludwig Nommensen dikubur di Sigumpar. Puluhan ribu datang melayatnya untuk mengucapkan salam perpisahan. Ada orang berkata : Inilah kumpulan manusia yang paling banyak yang pernah terjadi di Tanah Batak.

Ringkasan ini diambil dari buku:DR. I.L. Nommensen – Apostel di Tanah Batak oleh Patar M. Pasaribu

Sejarah Pekabaran Injil Masuk Tanah Batak


Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) lahir dari proses panjang dan dramatis gerakan Pekabaran Injil yang bangsa Belanda, Amerika, dan Jerman. Sejak paruh abad ke-19 HKBP lambat laun berkembang menjadi Gereja muda paling besar di dunia.

Pekabaran Injil atau Zending sudah memasuki Indonesia pada masa pendudukan Portugis di kepulauan Maluku (1512-1605) ditandai dengan menetapnya beberapa misionaris Yesuit (Katolik Roma) di Ternate, pada tahun 1522.

Penakluk VOC (Verenigde OosIndicshe Compagine) terhadap Portugis di Maluku pada tahun 1605 memulai babak baru Pekabaran Injil oleh Gereja Protestan. Akan tetapi, awal abad ke-19 tetap dicatat sebagi masa-masa bersejarah Pekabaran Injil di Indonesia, dengan bekerjanya sejumlah organisasi Zending oleh Gereja-gereja Protestan dari Belanda dan Jerman (baca : Pekabaran Injil di Indonesia).

Organisasi Pekabaran Injil Belanda yang sudah melakukan misinya di Indonesia adalah Nederlandse Zendeling Genootschap (NZG), dimulai selama Belanda di bawah kekuasaan Perancis (1795-1813) dan Indonesia di bawah pemerintahan sementara Inggris (Gubenur Jenderal Refles (1811-1816). Perhimpunan Belanda lainnya yang menyusul adalah Nederlandse Zendingsvereniging (NZV), Utrechtse Zendingsvereniging (UZV), sedangkan dari Jerman adalah Rheinische Missinsgesekkschaft (RM).

Biasanya pekabaran Injil dilakukan tersebar di koloni-koloni pemerintah Belanda di sejumlah pulau di Indonesia, antara lain di Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Tenggara, Irian, Halmahera, Buru, Poso, Sangir, dan Talaud.

TERTUTUP

Ketika pekabaran Injil sudah dilakukan secara sistematis di sejumlah daerah di Indonesia tidak demikian halnya di Tanah Batak (Utara). Kawasan ini masih sangat tertutup seperti dikelilingi kabut misteri. Suku Batak Toba yang mendiaminya tetap asyik dengan kehidupan sosial yang dicengkeram agama suku, masih pelbegu, peradaban yang cenderung primitif karena hidup dalam permusuhan, perbudakan, penculikan, perampokan, perjudian, dan kanibalisme. Maka istilah “Jangan coba-coba mendekati orang Batak” memaksa Burton dan Ward menarik langkah mereka mundur dari Tanah Batak saat berkunjung Juli 1824. Burton dan Ward adalah utusan Babtist Church of England, tercatat sebagai misionaris pertama yang mengunjungi Tanah Batak.

Setelah kunjungan Burton dan Ward, ditaksir pada tahun 1825, pasukan Padri dan Bonjol, Minagkabau yang dipimpin Tuanku Rao menyerang Tanah Batak. Serangan mendadak berkekuatan 15.000 pasukan berkuda membasmi lebih dari separuh komunitas Batak Toba, peristiwa genocide (pembantaian suku) yang sangat mengerikan dalam sejarah Batak. Sebagian korban meninggal diakibatkan epidemi ganas yang berasal dari bangkai binatang peliharaan dan mayat-mayat yang tidak sempat dikubur.

Ada dua versi mengenai penyerangan Padri.

Pertama, upaya penyebaran agama Islam oleh Imam Bonjol yang dikenal sebagai penganut mazhab Hambali berhaluan keras.

Kedua, aksi balas dendam Tuanku Rao terhadap Raja Sisingamangaraja X. Konon, Tuanku Rao adalah si Pongki Nangolngolan, bere (keponakan) Raja Sisingamangaraja X yang diusur dari istana waktu masih kecil. Raja Sisingamangaraja sendiri tewas di tangan Tuanku Rao dengan cara dipenggal dari belakang.

Penyerangan Padri menimbulkan trauma di kalangan suku Batak Toba dan sangat menaruh curiga pada setiap pendatang. Bisa jadi sikap itulah yang diperlihatkan peristiwa Samuel Munson dan Henry Lyman yang mati martir di Sisangkak (sekarang masuk Kecamatan Adiankoting) 28 Juli 1834. Dua misionaris utusan Gereja Amerika dibunuh Raja Panggalamei. Mayat mereka di pertontonkan di sebuah pekan di Lobupining, tidak jauh dari Sisangkak, sebagai tanda kemenangan. Konon, mayat kedua martir itu dimakan hingga tinggal kerangka.

Mundurnya Burton Ward serta tewasnya Munson-Lyman menjadi alasan pembenaran bagi pemeritah Hindia Belanda melarang para misionaris memasuki Tanah Batak.

Belanda sendiri sudah sudah menguasai Sumatera Barat dan Tanah Batak Bagian selatan (Mandailing dan Angkola) setelah berhasil menaklukkan pasukan Padri dalam perang yang disebut Padri Oorlog (perang Padri) pada tahun 1837. Pada tahun itu juga Belanda telah menarik garis-garis perbatasan antara daerah-daerah Batak yang mereka kuasai dengan daerah Batak yang belum dikuasai. Daerah Batak yang diuasai Belanda adalah pantai Barus, Natal, Mandailing, Barumun-Sosa, Padang Batak Angkola, dan Sisirok. Daerah-daerah itu disebut Keresidenan Tapanuli dipimpin seorang residen berkedudukan di Sibolga. Sedangkan daerah Batak yang belum dikuasai Belanda –disebut “Daerah Batak Merdeka” (De Onafhankelijke Bataklanden) terdiri dari kawasan yang didiami Batak Toba, yaitu Silindung, Humbang, Toba, dan Samosir.

MISIONARIS ERMELO

Secara umum Pekabaran Injil di dunia adalah mengkuti pembukaan segala benua melalui gerakan imperialisme dan kolonialisme. Maka, tak heran apabila mesionaris perintis di Tanah Batak tertahan di Sipirok dan Angkola yang sudah masuk dalam penaklukan Belanda, belum masuk ke Tanah Batak sebelum daerah itu betul-betul masuk dalam kekuasaan Belanda .

Setelah Burton–Ward dan Munson Lyman, misionaris perintis lain yang menyusul adalah Gerrit van Asselt. Dia diutus Ds Wetteven dari kota Ermello, Belanda, tiba di Sumatra Mei 1856 dan berpos di Sipirok ,1857. Organisasi yang megirimkan Gerrit van Asselt sangat kecil, bahkan dalam buku Sejarah Gereja, karangan Dr.H .Berkog dan Dr. IH Enklar sama sekali tidak disebut-sebut. Ada yang mencatat Zending Ermello berada di bawah naungan Nederlandse Zendingsvereniging (NZV). Akan tetapi, karena NZV baru berdiri pada tahun 1856, besar kemungkinan Zending Ermello berada di bawah naungan Nederandse Zending–Genootschap (NZG) yang berdiri pada tahun 1797, sebuah organisasi Zending dari mana NZV berasal.

Karena ketiadaan dana Gerrit van Asselt pun membiayai sendiri tugas–tugasnya sebagai penginjil. Hasilnya tentu tidak maksimal karena konsentrasinya terbagi sebagai opzichter (pelaksana) pembangunan jalan di Sibolga dan kemudian menjadi opzichter (administrator) gudang kopi milik Belanda di sipirok. Zending Ermelo mengirimkan lagi beberapa misionaris mendaampingi Gerrit van Asselt, yaitu FG Betz, Dammerboer, Koster, dan van Dallen. Misionaris menyusul ini bekerja sebagai tukang, mengingatkan model Pekabaran Injil yang dilakukan Ds. OG Heldring di Irian, Sangir dan Talaud.

Koster dan van Dalen ditempatkan di Pargarutan. Van Dallen kemudian pindah ke Simapilapil. Dammerbooer jadi opzichter di sekolah Belanda sebelum ke Huta Rimbaru dan masuk ke Mission Java Komite. Gerrit van Asselt sendiri pada 31 Maret 1961 membaptis orang Batak Kristen pertama, Simon Siregar dan Jakobus Tampubolon di Sipirok.

MISIONARIS UTUSAN RM

Semangat Pekabran Injil de Eropah tak lagi tergantung pada kerjasama suatu Gereja dengan pemerintahnya yang melakukan kolinialisasi ke berbagai benua. Di Jerman, di tepi sungai Zending. Rheinische Missionsgesellschaft(RM) yang berdiri pada tahun 1818 mengutus misionaris ke daratan luas dan suku-suku bangsa besar di Afrika dan Tiongkok, termasuk ke Indonesia yang berada di bawah penguasaan Belanda.

Di Indonesia, RM pertama sekali mengkosentrasikan perkerjaannya di Kalimantan Tenggara sejak tahun 1836. Pada tahun 1859 meletus Perang Banjar yang dipimpin Pangeran Hidayat. Perang tersebut menelan banyak korban tewas – termasuk 4 pendeta, 3 istri, dan 2 anak Mereka. RM terpaksa mengundurkan Pekabaran Injil di sana lalu memindahkannya ke Tanah Batak (1861), Nias (1865), Mentawai (1901), dan Enggano (1903), Pekabaran Injil yang ditinggalkan RMG di Kalimantan Tenggara diteruskan Basler Mission Dari Swiss.

Pemindahan Zendeling dari Kalimantan ke Tanah Batak terkait dengan penugasan pimpinan RM, Inspektur Dr.Friedrich Fabri kepada misionaris yang tertahan di Batavia akibat Perang Banjar, pada tahun 1860. Ketika itu Febri berkunjung ke Amsterdam, Belanda. Dia sangat tertarik pada dokumen van der Took mengenai suku Batak Toba yang ditelitinya pada tahun 1849. Fabri mengutus Hoefen mengunjungi Tanah Batak, dan berdasarkan laporan Hoefen RM menugaskan dua misionaris, Klammer yang bertahan di Batavia dan Heine yang langsung didatangkan dari Barmen, ke Tanah Batak. Keduanya tiba di Sibolga 17 Agustus 1961 dan memilih Sipirok sebagai pos utama. Heine dan Klammer tinggal melapor ke residen Tapanuli di Sibolga karena Fabri sudah lebih dahulu meminta izin atas penugasan kedua misionaris itu ke pemerintahan Belanda.

HARI JADI HKBP

Dengan demikian telah bertugas misionaris Sending Emelo dan RM di perbatasan Tanah Batak Utara dan Tanah Batak Selatan. Karena Pekabaran Injil bersifat supra nasional, atas koordinasi Zending Emelo dan RM, Betz dan van Asset bergabung dengan Heine dan Klammer di bawah naungan RM. Keempat misionaris itu melakukan rapat pembagian tugas pada 7 Oktober 1861. Bentz mendapat tugas di tempat pelayanan yang telah dia buka sebelumnya, yaitu Bungabondar, Klammer di Sipirok, sedangkan Heine dan van Asselt di Pangaloan.


Tanggal pembagian tugas inilah yang kemudian dicatat sebagai hari jadi atau lahirnya HKBP (Huria Kristen Batak Protestan).



NOMMENSEN


Ingwer Ludwig Nommensen (1834 – 1918) merupakan tokoh sentral Pekabaran Injil di Tanah Batak. Dialah yang kemudian dijuluki sebagai “Rasul Batak” yang menjadikan suku Batak Toba menjadi suku bangsa maju.

Dia menginjakkan kaki di Barus Juni 1862, ditempatkan oleh rekan-rekan pendahulunya di Parausorat Desember 1862, lalu menginjakkan kaki di Silindung November 1863. Pekerjaan di perbatasan, menurutnya tidak memadai karena dominan penduduknya sudah memeluk agama Islam. Tak ada cara lain kecuali memasuki Tanah Batak, Silindung adalah pilihan utama karena jumlah penduduknya sangat besar, meskipun ditentang pemerintah Hindia Belanda, harus ditempuh melalui medan yang berat yaitu hutan belantara yang penuh marabahaya, serta kemungkinan ditolak bahkan bisa terbunuh.

Dr.H.Berkof dan Dr.IH Enklaar dalam sejarah Gereja mencatat, ”sungguhpun mula-mula pekerjaannya (pekerjaan Nommensen) amat susah dan ia sering ditimpa sengsara dan bahaya, tetapi ia bernubuat: Aku melihat seluruh daerah ini ditaburi dengan gedung-gedung gereja dan sekolah! Sekarang ramalan itu sudah di genapi, karena oleh strategi Zending yang cakap, pimpinan yang kuat, pekerja yang banyak dan latihan pengantar-pengantar jemaat dan guru sekolah dengan secukupnya dari permulaan, maka lama kelamaan Gereja Kristus di Tanah Batak meluas sampai menjadi Gereja muda paling besar di dunia.”

Lothar Schreiner,dalam bukunya Adat dan Injil membuat tahapan sejarah pengkristenan orang Batak denga merujuk pada tugas pelayanan Ingwer Ludwig Nommensen dan di mulainya pekabaran Injil oleh RMG (Rheinische Mission Gesellschaft) di tanah Batak.

1861-1881:
di sebut sebagai peletakan dasar-dasar pertama perkabaran Injil oleh Nommensen dan PH johansen di lembah silindung,dengan sokongan kuat dari penguasa lokal Raja Pontas Lumbantobing,di susul dengan penerjemahan kitab-kitab dasar untuk jemaat-jemaat, yakni Katekismus Kecil pada tahun 1874 dan perjanjian baru pada tahun 1878.Tata Gereja yang pengaruhnya paling dalam serta lama karena berlaku sampai tahun 1930, diberlakukan mula-mula pada tahun 1881.

1881-1901:
Nommensen memindahkan tempat kediamannya ke Toba dan merencanakan serta memimpin sendiri pekerjaannya. Didirikanlah jemaat-jemaat dalam wilayah yang semakin luas di daerah-daerah danau Toba dan di tampung golongan-golongan besar, sehingga terbentuklah suatu gereja suku. Pada tahun 1885 pendeta-pendeta pertama ditahbiskan. Sampai dengan tahun 1901 sudah 48.000 orang Batak dibaptiskan.

1901-1918:
masih dicirikan oleh prakarsa Nommensen termasuk melakukan pekabaran Injil ke Batak Simalungun. Di Simalungun pengkristenan tidak lagi berlangsung begitu sistematis sebagaimana terjadi di kalangan Batak Toba. Barulah setelah tahun 1940 sebagian besar orang-orang Batak Simalungun berhasil dikristenkan.

1918-1940:
ditandai dengan pekerjaan J.Warneck sebagai Ephorus menggantikan Nommensen yang meninggal dunia pada tahun 1918, melalui suatu tata gereja yang baru membuat Gereja Batak mandiri secara yuridis. (Dalam bukunya Lothar Schreiner menyebut HKBP dengan Gereja Batak). Barulah pada 1940 HKBP berhasil mandiri dalam arti yang sebenarnya, yakni ketika para zendeling jerman diinternir dan sinode memilih seorang pendeta Batak, K.Sirait menjadi ephorus.

1940-1954:
ditandai dengan masa pendudukan Jepang dan masa revolusi di Indonesia. Pendidikan pendeta dan penyelenggaraan jemaat-jemaat dilakukan tanpa bantuan dan sokongan luar negeri. Hubungan-hubungan dengan luar negeri pulih ketika HKBP menjadi anggota yang ikut mendirikan Dewan Gereja-gereja se-Dunia (1948) dan dengan pengakuan Iman sendiri (1951) memasuki Federasi Gereja-gereja Lutheran se-Dunia(1952).

1954-hingga buku Gereja dan Injil,ini diterbitkan pada tahun 1972:
ditandai dengan didirikannya Universitas Nommensen (1954) dengan kira-kira 3.000 mahasiswa pada tahun 1971, dan suatu tata gereja baru (1962) yang dengannya dihapuskan sinode distrik. HKBP juga mengembangkan usaha pendidikan dan penginjilan dikalangan orang-orang Jawa di Sumatera Timur, orang-orang Sakai di Riau, dan di Malaysia. Pada permulaan tahun 1960-an HKBP hampir mempunyai 900.000 anggota di sumatera dan banyak jemaat di pulau lainnya dan di Singapura.

Dalam perkembangannya HKBP beberapa kali mengalami peristiwa “ditinggalkan jemaat”, di mulai tahun 1927 dengan berdirinya Mission Batak, disusul Huria Christen Batak (HCB), Punguan Kristen Batak (PKB), dan Huria Kristen Indonesia (HKI). Pada tahun 1964 sejumlah anggota keluar dan menamakan diri Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI). Atas kemelut HKBP yang terjadi pada tahun 1990-an sejumlah anggota juga banyak yang pindah ke Gereja lain. Menurut Almanak HKBP tahun 2007 HKBP memiliki 3.139 gereja yang tersebar di Indonesia bahkan di Singapura dan Amerika Serikat. Dengan jumlah lebih dari 5 juta jemaat HKBP di catat sebagai lembaga keagamaan dengan jumlah angota terbesar ketiga setelah Nahdatul Ulama (NU) dan Muhamadiyah.

Sejarah Suku Batak

Asal usul suku Batak amatlah sulit untuk ditelusuri dikarenakan minimnya situs peninggalan sejarah yg menceritakan tentang suku Batak,akan tetapi hal ini penting bagi generesi orang batak agar lebih mengetahui lagi asal usul sukunya,maka apabila ada dari para pembaca yg bisa lebih melengkapi tulisan ini saya akan sangat berterima kasih.

Ada beberapa versi asal usul suku Batak:

Suku Batak adalah salah satu dari ratusan suku yg terdapat di Idonesia,suku Batak terdapat di wilayah Sumatera Utara.Menurut legenda yg dipercayai sebahagian masyarakat Batak bahwa suku batak berasal dari pusuk buhit daerah sianjur Mula Mula sebelah barat Pangururan di pinggiran danau toba.

Ada Mitos menyebutkan leluhur suku Batak (Si Raja Batak). Si Raja Batak dipercaya turun di Pusuk Buhit dari langit dan menjadi nenek moyang suku batak. Mitos ini sangat menyebar luas dan masih dipercayai sampai sekarang, namun walau seakan tak masuk akal, tapi mitos ini adalah asal usul suku batak yang terkuat.(timbul pertanyaan istri Siraja Batak siapa sehingga Siraja Batak mempunyai keturunan?)

Kalau versi ahli sejarah Batak mengatakan bahwa siRaja Batak dan rombonganya berasal antara perbatasan Thailand dan Burma yang terdesak oleh serangan bangsa Mongol, berangkat kesemenanjung Malaysia dan berpencar disana Siraja Batak menyeberang ke Sumatera tepatnya di Barus daerah Sibolga. Di Barus juga sukubatak terdesak oleh serangan bangsa Tamil kemudian Majapahit dan akhirnya sampai ke Sianjur Mula mula atau di sebut dengan pusukbuhit dan menetap disana, sedangakan rombongan lainyan ada yang ke Toraja (sulsel)menjadi suku Toraja, ke Kalimantan menjadi suku Dayak ada juga yang pergi ke Pilphina yang menjadi suku Tagalog.

Sedangkan dari prasasti yg ditemukan di Portibi yg bertahun 1208 dan dibaca oleh Prof.Nilakantisari seorang Guru Besar ahli Kepurbakalaan yg berasal dari Madras,India menjelaskan bahwa pada tahun 1024 kerajaan Cola dari India menyerang Sriwijaya dan menguasai daerah Barus.pasukan dari kerajaan Cola kemunggkinan adalah orang2 Tamil karena ditemukan sekitar 1500 orang Tamil yg bermukim di Barus pada masa itu.Tamil adalah nama salah satu suku yg terdapat di India.

siRaja Batak diperkirakan hidup pada tahun 1200(awal abad ke13)
Raja Sisingamangaraja keXII diperkirakan keturunan siRaja Batak generasi ke19 yg wafat pada tahun 1907 dan anaknya si Raja Buntal adalah generasi ke 20.

Dari temuan diatas bisa diambil kesimpulan bahwa kemungkinan besar leluhur dari siRaja batak adalah seorang pejabat atau pejuang kerajaan Sriwijaya yg berkedudukan diBarus karena pada abad ke12 yg menguasai seluruh nusantara adalah kerajaan Sriwijaya diPalembang.

Akibat dari penyerangan kerajaan Cole ini maka diperkirakan leluhur siRaja Batak dan rombonganya terdesak hingga ke daerah Portibi sebelah selatan Danau Toba dan dari sinilah kemungkinan yg dinamakan siRaja Batak mulai memegang tampuk pemimpin perang

atau boleh jadi siRaja Batak memperluas daerah kekuasaan perangnya sampai mancakup daerah sekitar Danau Toba,Simalungun,Tanah Karo,Dairi sampai sebahagian Aceh dan memindahkan pusat kekuasaanya sidaerah Portibi disebelah selatan Danau Toba.

Pada akhir abad ke12 sekitar tahun 1275 kerajaan Majapahit menyerang kerajaan Sriwijaya sampai kedaerah Pane,Haru,Padang Lawas dan sekitarnya yg diperkirakan termasuk daerah kekuasaan siRaja Batak

Serangan dari kerajaan Majapahit inilah diperkirakan yg mengakibatkan si Raja Batak dan rombonganya terdesak hingga masuk kepedalaman disebelah barat Pangururan ditepian Danau Toba,daerah tersebut bernama Sianjur Mula Mula dikaki bukit yg bernama Pusuk Buhit,kemudian menghuni daerah tersebut bersama rombonganya.

terdesaknya siRaja Batak oleh pasukan dari kerajaan Majapahit kemungkinan erat hubunganya dengan runtuhnya kerajaan Sriwijaya dipalembang karena seperti pada perkiraan diatas siRaja Batak adalah kemungkinan seorang Penguasa perang dibawah kendali kerajaan Sriwijaya.
Sebutan Raja kepada siRaja Batak bukanlah karena beliau seorang Raja akan tetapi merupakan sebutan dari pengikutnya ataupun keturunanya sebagai penghormatan karena memang tidak ada ditemukan bukti2 yg menunjukkan adanya sebuah kerajaan yg dinamakan kerajaan Batak.

Suku Batak sangat menghormati leluhurnya sehingga hampir semua leluhur marga2 batak diberi gelar Raja sebagai gelar penghormatan,juga makam2 para leluhur orang Batak dibangun sedemikian rupa oleh keturunanya dan dibuatkan tugu yg bisa menghabiskan biaya milyartan rupiah.Tugu ini dimaksudkan selain penghormatan terhadap leluhur juga untuk mengingatkan generasi muda akan silsilah mereka.

didalam sistim kemasyarakatan suku Batak terdapat apa yg disebut dengan Marga yg dipakai secara turun temurun dengan mengikuti garis keturunan laki laki.ada sekitar 227 nama Marga pada suku Batak.


SI RAJA BATAK
mempunyai 2 orang putra, yaitu:
I. Guru Tatea Bulan
II. Raja Isumbaon

I. GURU TATEA BULAN
Dari istrinya yang bernama Si Boru Baso Bburning, Guru Tatea Bulan memperoleh 5 orang putra dan 4 orang putri, yaitu :
* Putra (sesuai urutan):
I.1. Raja Uti (atau sering disebut Si Raja Biak-biak, Raja Sigumeleng- geleng), tanpa keturunan
I.2. Tuan Sariburaja (keturunannya Pasaribu)
I.3. Limbong Mulana (keturunannya Limbong).
I.4. Sagala Raja (keturunannya Sagala)
I.5. Silau Raja (keturunannnya Malau, Manik, Ambarita dan Gurning)

*Putri:
I.1. Si Boru Pareme (kawin dengan Tuan Sariburaja, ibotona)
I.2. Si Boru Anting Sabungan, kawin dengan Tuan Sorimangaraja, putra Raja Isumbaon
I.3. Si Boru Biding Laut, (kawin dengan Tuan Sorimangaraja)
I.4. Si Boru Nan Tinjo (secara fisik keseluruhan perempuan, namun berjenis kelamin laki - laki).

Tatea Bulan artinya “Tertayang Bulan” = “Tertatang Bulan”. Raja Isombaon (Raja Isumbaon)

Raja Isumbaon artinya raja yang disembah. Isumbaon kata dasarnya somba (sembah). Semua keturunan Si Raja Batak dapat dibagi atas 2 golongan besar:
1. Golongan Tatea Bulan = Golongan Bulan = Golongan (Pemberi) Perempuan. Disebut juga golongan Hula-hula = Marga Lontung.

2. Golongan Isumbaon = Golongan Matahari = Golongan Laki-laki. Disebut juga Golongan Boru = Marga Sumba.

Kedua golongan tersebut dilambangkan dalam bendera Batak (bendera Si Singamangaraja, para orangtua menyebut Sisimangaraja, artinya maha raja), dengan gambar matahari dan bulan. Jadi, gambar matahari dan bulan dalam bendera tersebut melambangkan seluruh keturunan Si Raja Batak.

PENJABARAN

I.1.A. * RAJA UTI
Raja Uti (atau sering disebut Si Raja Biak-biak, Raja Sigumeleng-geleng). Raja Uti terkenal sakti dan serba bisa. Satu kesempatan berada berbaur dengan laki-laki, pada kesempatan lain membaur dengan peremuan, orang tua atau anak-anak. Beliau memiliki ilmu yang cukup tinggi, namun secara fisik tidak sempurna. Karena itu, dalam memimpin Tanah Batak, secara kemanusiaan Beliau memandatkan atau bersepakat dengan ponakannya/Bere Sisimangaraja, namun dalam kekuatan spiritual etap berpusat pada Raja Uti.

I.2.A.* SARIBURAJA
Sariburaja adalah nama putra kedua dari Guru Tatea Bulan. Dia dan adik kandungnya perempuan yang bernama Si Boru Pareme dilahirkan marporhas (anak kembar berlainan jenis, satu peremuan satunya lagi laki-laki).

Mula-mula Sariburaja kawin dengan Nai Margiring Laut, yang melahirkan putra bernama Raja Iborboron (Borbor). Tetapi kemudian Saribu Raja mengawini adiknya, Si Boru Pareme, sehingga antara mereka terjadi perkawinan incest.

Setelah perbuatan melanggar adat itu diketahui oleh saudara-saudaranya, yaitu Limbong Mulana, Sagala Rraja, dan Silau Raja, maka ketiga saudara tersebut sepakat untuk mengusir Sariburaja. Akibatnya Sariburaja mengembara ke hutan Sabulan meninggalkan Si Boru Pareme yang sedang dalam keadaan hamil. Ketika Si Boru Pareme hendak bersalin, dia dibuang oleh saudara-saudaranya ke hutan belantara, tetapi di hutan tersebut Sariburaja kebetulan bertemu dengan dia.

Sariburaja datang bersama seekor harimau betina yang sebelumnya telah dipeliharanya menjadi “istrinya” di hutan itu. Harimau betina itulah yang kemudian merawat serta memberi makan Si Boru Pareme di dalam hutan. Si Boru Pareme melahirkan seorang putra yang diberi nama Si Raja Lontung.Diyakini sebagian besar keturunan Raja Lotung bahwa Raja Lotung mengawini ibunya sendiri yaitu siboru pareme.

Dari istrinya sang harimau, Sariburaja memperoleh seorang putra yang diberi nama Si raja babiat. Di kemudian hari Si raja babiat mempunyai banyak keturunan di daerah Mandailing. Mereka bermarga Bayoangin.

Karena selalu dikejar-kejar dan diintip oleh saudara-saudaranya, Sariburaja berkelana ke daeerah Angkola dan seterusnya ke Barus.

2.A. SI RAJA LONTUNG
Putra pertama dari Tuan Sariburaja. Mempunyai 7 orang putra dan 1 orang putri, yaitu:
* Putra:
A.1. Tuan Situmorang, keturunannya bermarga Situmorang.
A.2. Sinaga raja, keturunannya bermarga Sinaga(diyakini Sinaga Raja lah anak sulung).
A.3. Pandiangan, keturunannya bermarga Pandiangan.
A.4. Toga nainggolan, keturunannya bermarga Nainggolan.
A.5. Simatupang, keturunannya bermarga Simatupang.
A.6. Aritonang, keturunannya bermarga Aritonang.
A.7. Siregar, keturunannya bermarga Siregar.

* Putri :
A.1. Si Boru Anakpandan, kawin dengan Toga Sihombingsimamora.

Karena semua putra dan putri dari Si Raja Lontung berjumlah 8 orang,pasiaon Raja Lotung maka mereka sering dijuluki dengan nama Lontung Si Sia Marina.

Si Sia Marina = Sembilan Satu Ibu.
Dari keturunan Situmorang, lahir marga-marga cabang Lumban Pande, Lumban Nahor, Suhutnihuta, Siringoringo, Sitohang, Rumapea, Padang, Solin.

SINAGA
Dari Sinaga lahir marga-marga cabang Simanjorang, Simandalahi, Barutu.

PANDIANGAN
Lahir marga-marga cabang Samosir, Pakpahan, Gultom, Sidari, Sitinjak, Harianja.

NAINGGOLAN
Lahir marga-marga cabang Rumahombar, Parhusip, Lumban Tungkup, Lumban Siantar, Hutabalian, Lumban Raja, Pusuk, Buaton, Nahulae.

SIMATUPANG
Lahir marga-marga cabang Togatorop (Sitogatorop), Sianturi, Siburian.

ARITONANG
Lahir marga-marga cabang Ompu Sunggu, Rajagukguk, Simaremare.

SIREGAR
Llahir marga-marga cabang Silo, Dongaran, Silali, Siagian, Ritonga, Sormin.

2.B. * SI RAJA BORBOR
Putra kedua dari Tuan Sariburaja, dilahirkan oleh Nai Margiring Laut. Semua keturunannya disebut Marga Borbor.

Cucu Raja Borbor yang bernama Datu Taladibabana (generasi keenam) mempunyai 6 orang putra, yang menjadi asal-usul marga-marga berikut :
Datu Dalu (Sahangmaima).
Sipahutar, keturunannya bermarga Sipahutar.
Harahap, keturunannya bermarga Harahap.
Tanjung, keturunannya bermarga Tanjung.
Datu Pulungan, keturunannya bermarga Pulungan.
Simargolang, keturunannya bermarga Imargolang.

Keturunan Datu Dalu melahirkan marga-marga berikut :
Pasaribu, Batubara, Habeahan, Bondar, Gorat.
Tinendang, Tangkar.
Matondang.
Saruksuk.
Tarihoran.
Parapat.
Rangkuti.

Keturunan Datu Pulungan melahirkan marga-marga Lubis dan Hutasuhut.

Limbong Mulana dan marga-marga keturunannya
Limbong Mulana adalah putra ketiga dari Guru Tatea Bulan. Keturunannya bermarga Limbong yang mempunyai dua orang putra, yaitu Palu Onggang, dan Langgat Limbong. Putra dari Langgat Limbong ada tiga orang. Keturunan dari putranya yang kedua kemudian bermarga Sihole, dan keturunan dari putranya yang ketiga kemudian bermarga Habeahan. Yang lainnya tetap memakai marga induk, yaitu Limbong.

I.4. SAGALA RAJA
Putra keempat dari Guru Tatea Bulan. Sampai sekarang keturunannya tetap memakai marga Sagala.

I.5. SILAU RAJA
Silau Raja adalah putra kelima dari Guru Tatea Bulan yang mempunyai empat orang putra, yaitu:
Malau
Manik
Ambarita
Gurning

Khusus sejarah atau tarombo Ambarita Raja atau Ambarita, memiliki dua putra:
* Ambarita Lumban Pea
* Ambarita Lumban Pining
* Lumban Pea
memiliki dua anak laki-laki
1. Ompu Mangomborlan
2. Ompu Bona Nihuta
Berhubung Ompu Mangomborlan tidak memiliki anak/keturunan laki-laki, maka Ambarita paling sulung hingga kini adalah turunan Ompu Bona Nihuta, yang memiliki anak laki-laki tunggal yakni Op Suhut Ni Huta. Op Suhut Nihuta juga memiliki anak laki-laki tunggal Op Tondolnihuta.

Keturunan Op Tondol Nihuta ada empat laki-laki:
Op Martua Boni Raja (atau Op Mamontang Laut)
Op Raja Marihot
Op Marhajang
Op Rajani Umbul

Selanjutnya di bawah ini hanya dapat meneruskan tarombo dari Op Mamontang Laut (karena keterbatasan data. Op Mamontang Laut menyeberang dari Ambarita di Kabupaten Toba Samosir saat ini ke Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun. Hingga tahun 2008 ini, keturunan Op Mamontang laut sudah generasi kedelapan).

Op Mamontang Laut semula menikahi Boru Sinaga, dari Parapat. Setelah sekian tahun berumah tangga, mereka tidka dikaruniai keturunan, lalu kemudian menikah lagi pada boru Sitio dari Simanindo, Samosir.

Dari perkawinan kedua, lahir tiga anak laki-laki
Op Sohailoan menikahi Boru Sinaga bermukim di Sihaporas Aek Batu
Op Jaipul menikahi Boru Sinaga bermukin di Sihaporas Bolon
Op Sugara atau Op Ni Ujung Barita menikahi Boru Sirait bermukim di Motung, Kabupaten Toba Samosir.

Keturunan Op Sugara antara lain penyanyi Iran Ambarita dan Godman Ambarita

II. RAJA ISUMBAON
mempunyai 3 orang putra:
I.1. TUAN SORIMANGARAJA
I.2. SIRAJA ASIASI
I.3. SANGKAR SOMALIDANG

1.A. Tuan Sorimangaraja
Tuan Sorimangaraja adalah putra pertama dari Raja Isombaon. Dari ketiga putra Raja Isombaon, dialah satu-satunya yang tinggal di Pusuk Buhit (di Tanah Batak). Istrinya ada 3 orang, yaitu :
*Si Boru Anting Malela (Nai Rasaon), putri dari Guru Tatea Bulan.
*Si Boru Biding Laut (nai ambaton), juga putri dari Guru Tatea Bulan.
*Si Boru Sanggul Baomasan (nai suanon).

Si Boru Anting Malela melahirkan putra yang bernama Tuan Sorba Djulu (Ompu Raja Nabolon), gelar Nai Ambaton.

Si Boru Biding Laut melahirkan putra yang bernama Tuan Sorba Jae (Raja Mangarerak), gelar Nai Rasaon.

Si Boru Sanggul Haomasan melahirkan putra yang bernama Tuan Sorbadibanua, gelar Nai Suanon.
Nai Ambaton (Tuan Sorba Djulu/Ompu Raja Nabolon)

Nama (gelar) putra sulung Tuan Sorimangaraja lahir dari istri pertamanya yang bernama Nai Ambaton. Nama sebenarnya adalah Ompu Raja Nabolon, tetapi sampai sekarang keturunannya bermarga Nai Ambaton menurut nama ibu leluhurnya.

Nai Ambaton mempunyai empat orang putra, yaitu:
Simbolon Tua, keturunannya bermarga Simbolon.
Tamba Ttua, keturunannya bermarga Tamba.
Saragi Tua, keturunannya bermarga Saragi.
Munte Tua, keturunannya bermarga Munte (Munte, Nai Munte, atau Dalimunte).

Dari keempat marga pokok tersebut, lahir marga-marga cabang sebagai berikut (menurut buku ” Tarombo Marga Ni Suku Batak” karangan W. Hutagalung):

SIMBOLON
Lahir marga-marga Tinambunan, Tumanggor, Maharaja, Turutan, Nahampun, Pinayungan. Juga marga-marga Berampu dan Pasi.

TAMBA
Lahir marga-marga Siallagan, Tomok, Sidabutar, Sijabat, Gusar, Siadari, Sidabolak, Rumahorbo, Napitu.

SARAGI
Lahir marga-marga Simalango, Saing, Simarmata, Nadeak, Sidabungke.

MUNTE
Lahir marga-marga Sitanggang, Manihuruk, Sidauruk, Turnip, Sitio, Sigalingging.

Keterangan lain mengatakan bahwa Nai Ambaton mempunyai dua orang putra, yaitu Simbolon Tua dan Sigalingging. Simbolon Tua mempunyai lima orang putra, yaitu Simbolon, Tamba, Saragi, Munte, dan Nahampun.

Walaupun keturunan Nai Ambaton sudah terdiri dari berpuluih-puluh marga dan sampai sekarang sudah lebih dari 20 sundut (generasi), mereka masih mempertahankan Ruhut Bongbong, yaitu peraturan yang melarang perkawinan antarsesama marga keturunan Nai Ambaton.

Catatan mengenai Ompu Bada, menurut buku “Tarombo Marga Ni Suku Batak” karangan W Hutagalung, Ompu Bada tersebut adalah keturunan Nai Ambaton pada sundut kesepuluh.

Menurut keterangan dari salah seorang keturunan Ompu Bada (mpu bada) bermarga gajah, asal-usul dan silsilah mereka adalah sebagai berikut:
Ompu Bada ialah asal-usul dari marga-marga Tendang, Bunurea, Manik, Beringin, Gajah, dan Barasa.
Keenam marga tersebut dinamai Sienemkodin (enem = enam, kodin = periuk) dan nama tanah asal keturunan Empu Bada, pun dinamai Sienemkodin.
Ompu Bada bukan keturunan Nai Ambaton, juga bukan keturunan si raja batak dari Pusuk Buhit.
Lama sebelum Si Raja Batak bermukim di Pusuk Buhit, Ompu Bada telah ada di tanah dairi. Keturunan Ompu bada merupakan ahli-ahli yang terampil (pawang) untuk mengambil serta mengumpulkan kapur barus yang diekspor ke luar negeri selama berabad-abad.
Keturunan Ompu Bada menganut sistem kekerabatan Dalihan Natolu seperti yang dianut oleh saudara-saudaranya dari Pusuk Buhit yang datang ke tanah dairi dan tapanuli bagian barat.

NAI RASAON (RAJA MANGARERAK)
Nama (gelar) putra kedua dari Tuan Sorimangaraja, lahir dari istri kedua tuan Sorimangaraja yang bernama Nai Rasaon. Nama sebenarnya ialah Raja Mangarerak, tetapi hingga sekarang semua keturunan Raja Mangarerak lebih sering dinamai orang Nai Rasaon.

Raja Mangarerak mempunyai dua orang putra, yaitu Raja Mardopang dan Raja Mangatur. Ada empat marga pokok dari keturunan Raja Mangarerak:

Raja Mardopang
Menurut nama ketiga putranya, lahir marga-marga Sitorus, Sirait, dan Butar-butar.

Raja Mangatur
Menurut nama putranya, Toga Manurung, lahir marga Manurung. Marga pane adalah marga cabang dari sitorus.

NAI SUANON (tuan sorbadibanua)
Nama (gelar) putra ketiga dari Tuan Sorimangaraja, lahir dari istri ketiga Tuan Sorimangaraja yang bernama Nai Suanon. Nama sebenarnya ialah Tuan Sorbadibanua, dan di kalangan keturunannya lebih sering dinamai Ttuan Sorbadibanua.

Tuan Sorbadibanua, mempunyai dua orang istri dan memperoleh 8 orang putra.
Dari istri pertama (putri Sariburaja):
Si Bagot Ni Pohan, keturunannya bermarga Pohan.
Si Paet Tua.
Si Lahi Sabungan, keturunannya bermarga Silalahi.
Si Raja Oloan.
Si Raja Huta Lima.

Dari istri kedua (Boru Sibasopaet, putri Mojopahit) :
a. Si Raja Sumba.
b. Si Raja Sobu.
c. Toga Naipospos, keturunannya bermarga Naipospos.

Keluarga Tuan Sorbadibanua bermukim di Lobu Parserahan – Balige. Pada suatu ketika, terjadi peristiwa yang unik dalam keluarga tersebut. Atas ramalan atau anjuran seorang datu, Tuan Sorbadibanua menyuruh kedelapan putranya bermain perang-perangan. Tanpa sengaja, mata Si Raja huta lima terkena oleh lembing Si Raja Sobu. Hal tersebut mengakibatkan emosi kedua istrinya beserta putra-putra mereka masing-masing, yang tak dapat lagi diatasi oleh Tuan Sorbadibanua. Akibatnya, istri keduanya bersama putra-putranya yang tiga orang pindah ke Lobu Gala-gala di kaki Gunung Dolok Tolong sebelah barat.

Keturunana Tuan Sorbadibanua berkembang dengan pesat, yang melahirkan lebih dari 100 marga hingga dewasa ini.
Keturunan Si Bagot ni pohan melahirkan marga dan marga cabang berikut:
Tampubolon, Barimbing, Silaen.
Siahaan, Simanjuntak, Hutagaol, Nasution.
Panjaitan, Siagian, Silitonga, Sianipar, Pardosi.
Simangunsong, Marpaung, Napitupulu, Pardede.

Keturunan Si Paet Tua melahirkan marga dan marga cabang berikut:
Hutahaean, Hutajulu, Aruan.
Sibarani, Sibuea, Sarumpaet.
Pangaribuan, Hutapea.

Keturunan si lahi sabungan melahirkan marga dan marga cabang berikut:
Sihaloho.
Situngkir, Sipangkar, Sipayung.
Sirumasondi, Rumasingap, Depari.
Sidabutar. Sinabutar (atas koreksian @Soeguest dan @Binsar Sitio) *)
Sidabariba, Solia.
Sidebang, Boliala.
Pintubatu, Sigiro.
Tambun (Tambunan), Doloksaribu, Sinurat, Naiborhu, Nadapdap, Pagaraji, Sunge, Baruara, Lumban Pea, Lumban Gaol.

Keturunan Si Raja Oloan melahirkan marga dan marga cabang berikut:
Naibaho, Ujung, Bintang, Manik, Angkat, Hutadiri, Sinamo, Capa.
Sihotang, Hasugian, Mataniari, Lingga.
Bangkara.
Sinambela, Dairi.
Sihite, Sileang.
Simanullang.

Keturunan Si Raja Huta Lima melahirkan marga dan marga cabang berikut:
Maha.
Sambo.
Pardosi, Sembiring Meliala.

Keturunan Si Raja Sumba melahirkan marga dan marga cabang berikut:
Simamora, Rambe, Purba, Manalu, Debataraja, Girsang, Tambak, Siboro.
Sihombing, Silaban, Lumban Toruan, Nababan, Hutasoit, Sitindaon, Binjori.

Keturunan Si Raja Sobu melahirkan marga dan marga cabang berikut:
Sitompul.
Hasibuan, Hutabarat, Panggabean, Hutagalung, Hutatoruan, Simorangkir, Hutapea, Lumban Tobing, Mismis.

Keturunan Toga Naipospos melahirkan marga dan marga cabang berikut:
Marbun, Lumban Batu, Banjarnahor, Lumban Gaol, Meha, Mungkur, Saraan.
Sibagariang, Hutauruk, Simanungkalit, Situmeang.

(Marbun marpadan dohot Sihotang, Banjar Nahor tu Manalu, Lumban Batu tu Purba, jala Lumban Gaol tu Debata Raja. Asing sian i, Toga Marbun dohot si Toga Sipaholon marpadan do tong) ima pomparan ni Naipospos, Marbun dohot Sipaholon. Termasuk do marga meha ima anak ni Ompu Toga sian Lumban Gaol Sianggasana.

***
DONGAN SAPADAN (TEMAN SEIKRAR, TEMAN SEJANJI)
Dalam masyarakat Batak, sering terjadi ikrar antara suatu marga dengan marga lainnya. Ikrar tersebut pada mulanya terjadi antara satu keluarga dengan keluarga lainnya atau antara sekelompok keluarga dengan sekelompok keluarga lainnya yang marganya berbeda. Mereka berikrar akan memegang teguh janji tersebut serta memesankan kepada keturunan masing-masing untuk tetap diingat, dipatuhi, dan dilaksanakan dengan setia. Walaupun berlainan marga, tetapi dalam setiap marga pada umumnya ditetapkan ikatan, agar kedua belah pihak yang berikrar itu saling menganggap sebagai dongan sabutuha (teman semarga).

Konsekuensinya adalah bahwa setiap pihak yang berikrar wajib menganggap putra dan putri dari teman ikrarnya sebagai putra dan putrinya sendiri. Kadang-kadang ikatan kekeluargaan karena ikrar atau padan lebih erat daripada ikatan kekeluargaan karena marga. Karena ada perumpamaan Batak mengatakan sebagai berikut:

“Togu urat ni bulu, toguan urat ni padang;
Togu nidok ni uhum, toguan nidok ni padan”

artinya:

“Teguh akar bambu, lebih teguh akar rumput (berakar tunggang);
Teguh ikatan hukum, lebih teguh ikatan janji”

Masing-masing ikrar tersebut mempunyai riwayat tersendiri. Marga-marga yang mengikat ikrar antara lain adalah:
Marbun dengan Sihotang
Panjaitan dengan Manullang
Tampubolon dengan Sitompul.
Sitorus dengan Hutajulu – Hutahaean – Aruan.
Nahampun dengan Situmorang.

Sejarah Nairasaon

Datu Pejel datang dari Limbong menuju Sibisa manandang Hadatuon sembari menjalankan hobbinya "Marultop". Ia sampai ke Sibisa karena mengejarngejar "Anduhur". Menyadari usianya sudah mulai makin tua, datu Pejel melakukan semedi memohon Kepada Mulajadi Na Bolon agar ia diberi jodoh.


Tak lama setelah bersemedi, ia pun mendengar suara "martonun" ia pun penasaran lalu pergi melihatnya. Ia sangat terkejut sudah lama ia menetap di Sibisa tak pernah ia melihat orang. Ia pun menyadari bahwa Tuhan telah mengabulkan permintaanya. Perempuan ini di namai Boru Tantan Debata "Titisan Allah" karena Mulajadi Nabolon lah yg mengirimnya buat Datu Pejel.

Singkat Cerita Boru Tantan Debata melahirkan seorang Putra menyerupai Kodok. Datu Pejel Tak terima anaknya seperti kodok ia pun membuangnya ke Bara agar mati dipijak kerbau milik merka yg dikandangkan di Bara. Inilah pertengkaran Pertama antara Datu pejel dan Boru Tantan Debata. Boru Tantan Debata diam-diam mengambil anaknya dari bara dan di sembunyikan di para-para rumah mereka.

Setiap kali pulang dari ladang boru Tantan debata heran melihat kayu bakar mereka yg di jemurnya sebelum berangkat ke ladang selalu tersusun rapi. ia pun melakukan pengintaian, siapa gerangan yg melakukan semua itu. Namun Boru Tantan debata terkejut yg melakukan semua itu adalah seorang bocah yg cukup gagah dan setelah selesai menyusun kayu bakar ia masuk ke dalam rumah. Boru Tantan debata pulang ke rumah seperti biasa,ia melihat anaknya masih tetap "marruman Sirasaaon". Namun dalam hati boru Tantan Debata sudah tau bahwa anaknya cukup Tampan.

Saat usia remaja Nairasaaon pun di pertapakan Datu pejel di gunung Simanukmanuk (sebelah timur Sibisa-sebelah kiri menuju porsea dari Parapat)
Sekembalinya dari partapaon di simanukmanuk Datu pejel menyuruh nairasaaon ke limbong untuk "mangalap boru ni tulang na" Nairasaon pun berangkat ke Limbong. Namun setelah sampai di Limbong, dari Tujuh boru ni Tulangnya tak satu pun yg mau jadi istri Nairasaon karena wajahnya yang seperti kodok.

Suatu sore secara kebetulan boru Tulannya paling bungsu melihat Nairasaon pergi Mandi. Ia terpesona melihat ketampanan wajah Nairasaon. Ia menyadari bahwa wajah Nairasaon hanya "Rumang" (Topeng. Hari ketiga Nairasaon pamit untuk pulang, namun sebelum pulang Tulangnya mengumpulkan ketujuh borunya, dan menanya satu per satu dari boru I sampai boru VII. Boru I sampai boru ke VI tidak ada yg bersedia mereka tetap pada pendirian mereka saat pertama ditanyai orang tuanya.

Sang Tulang pun bertanya pada boru siampudan, boru siampudan pun menjawab "Naroa pe paribangki naroangku do i, au ra do gabe parsonduk ni anak ni nambori ki.
Akhirnya Nairasaon pun di nikahkan dengan boru siampudan. Mengetahui Nairasaon cukup tanpan pada saat menjelang pesta pariban Nairasaaon yg 6 org lagi menuntut kepada orang tuanya kenapa mereka dilangkahi adeknya. Sang Tulang pun menjawab "Hamu do da inang namanjua, anggi do mangoloi ba moloi nasojadi be sirangan.

Nairasaon kembali ke Sibisa dan menetap di sana. Tiba pada saatnya Istri Nairasaon melahirkan, namun yg dilahirkan berbentuk "Lambutan" (bulat) dan kembar. Mengetahui cucunya seperti itu Datu Pejel Marah dan membuang cucunya ke pansur Napitu. Boru Tantan Debata marah akan sikap suaminya Datu Pejel. Ia pun bersumpah tidak akan pernah di kuburkan berdekatan. (Bukti ada sampai saat ini di Sibisa kuburan Datu Pejel dan Boru Tantan debata di antari lembah kecil). "Nga dua hali di baeon ho hanssit rohangku, di bolongkon ho anak ku dohot pahompuku' Ia pun menghentakkan kakinya, sambil berkata "Ingkon sirang do Tanomanku dohot ho".

Esok hari Boru Tantan debata pergi ke jurang pansur Napitu untuk mencari cucunya yg di buang Datu Pejel. Ia terkejut mendengar suara tangisan bayi cucunya. Kilat pada malam hari itu diyakininya telah membuka lambutan cucunya. Karena tidak tau siapa yg dulu lahir maka kedua bayi itu di namai Raja Mardopang{ bercabang} yakni Raja Mangatur dan Raja Mangarerak.

Nairasaon terus menjalankan Tapanya di Simanuk-manuk, dan tak pernah kembali lagi. Dan bagi pomparan Nairasaon "Simanuk-manuk di abadikan dalam Gondang Simanuk-manuk, sebagai gondang pasiarhon dan gondang jujungan angka nairasaon dan boruna yg samapai saat ini Gondang Ini sangat populer di setiap pesta Nairasaon Khususnya Sirait. Simanuk-manuk diabadikan dalam gondang gerak dalam tortor. Sampai saat ini hanya tinggal beberapa orang yg menguasai itu pun orang-orang yg memiliki jujungan.